REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang memfinalisasi pembahasan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang sistem pengupahan. Dalam RPP ini, pemerintah mengeluarkan rumusan baku dalam bentuk formula perhitungan upah minimum.
“Pembahasan RPP Pengupahan ini tujuannya memberi kepastian. Kepastian mengenai kenaikan upah tiap tahun dan kepastian besaran kenaikan upah tiap tahun,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri di kantor Kemnaker, Jakarta pada Kamis (8/10).
Hal tersebut diungkapan Menaker Hanif dalam acara Forum Konsolidasi Dewan Pengupahan Se-Indonesia yang digelar pada Rabu malam (9/10). Acara ini dihadiri oleh para anggota Dewan Pengupahan se-Indonesia yang terdiri dari perwakilan pemerintah, asosiasi pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB).
Menaker Hanif mengatakan formula yang akan diterapkan dalam perhitungan upah minimum diupayakan sederhana dan mudah dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan yang tetap mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Penghitungan upah minimum menggunakan formula yang sederhana, adil dan terprediksi dengan mempertimbangkan faktor penting yang bertujuan untuk mempertahankan daya beli dari upah tersebut, yaitu faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” kata Hanif.
Hanif menegaskan bahwa dalam jangka pendek penghitungan upah minimum dengan formula dapat menjadi terobosan positif dalam situasi ekonomi yang tidak mudah sekarang ini. Dalam jangka panjang manfaat sistem pengupahan dengan formula akan semakin terasa dengan terbangunnya iklim hubungan industrial yang sehat dan produktif.
Ditambahkan Hanif pemerintah melakukan pembenahan yang diawali dari akar persoalan yang mendasar terkait dengan proses penetapan upah minimum. Selama ini upah minimum dianggap sebagai upah utama. Akibatnya terjadi ketidakadilan bagi pekerja yang berkeluarga, memiliki masa kerja di atas 1 tahun, memiliki kompetensi/pendidikan yang baik dan seterusnya. Oleh karena itu harus diluruskan bahwa upah minimum adalah jaring pengaman (safety net), bukan upah utama.
“Kita ingin mengembalikan fungsi upah minimum sebagai jaring pengaman (safety net). Dengan mengembalikan upah minimum sebagai jaring pengaman, semakin terbuka kesempatan bagi kita untuk menerapkan sistem pengupahan yang lain di perusahaan, yaitu struktur dan skala upah,” kata Hanif.
Hanif menambahkan, struktur dan skala upah wajib disusun dan diterapkan di perusahaan yang dapat menjamin kepastian upah bagi pekerja dan akan motivasi pekerja untuk meningkatkan produktivitas, sehingga mendapat kesempatan untuk berkembang dalam golongan upah.
"Penerapan struktur dan skala upah di perusahaan akan menciptakan keadilan internal dan eksternal di perusahaan. Dengan adanya keadilan internal, maka sesama pekerja tidak merasa terdapat perbedaan (diskriminasi) upah, mengingat tingkat upah yang mereka terima telah ditetapkan berdasarkan bobot jabatan (nilai pekerjaan) yang diperoleh melalui evaluasi jabatan," jelasnya.
Selain pengaturan mengenai formula penetapan upah minimum dan penerapan struktur dan skala upah di perusahaan, kata Hanif dalam PP ini juga diatur kebiasaan-kebisaan pengupahan yang telah berjalan secara baik di perusahaan, seperti tunjangan hari raya, uang service pada perusahaan tertentu dan pendapatan non upah.
Pemberlakuan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan ini nanti akan menjamin terlaksananya kepastian pengupahan. "Selain itu, pemberlakuan regulasi ini patut kita syukuri bersama karena kita telah mempunyai satu kodifikasi peraturan terkait dengan pengupahan." Kata Hanif.
Dia menambahkan, program nawacita presiden yang mengaitkan upah dengan produktivitas harus menjadi perhatian, karena dalam kondisi saat ini, Indonesia harus mempertahankan daya saing upah dan daya saing usaha melalui peningkatan produktivitas.
"Oleh karena itu, apabila kita menginginkan pertumbuhan ekonomi naik sesuai yang ditargetkan maka kita harus memicu peningkatan produktivitas pekerja," kata Hanif.