Ahad 11 Oct 2015 12:51 WIB

Korporasi, Penyebab Utama Kebakaran Hutan

Puluhan pegiat seni melakukan aksi menolak asap dengan menggunakan masker di Patung Kuda, Jakarta, Jumat (9/10).
Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Puluhan pegiat seni melakukan aksi menolak asap dengan menggunakan masker di Patung Kuda, Jakarta, Jumat (9/10).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Lebih dari 1.000 titik api di areal perkebunan sawit di seluruh Indonesia. Mereka mensinyalir bahwa korporasi adalah aktor utama penyebab bencana asap.

“Sampai September lalu lebih dari seribu titik api yang berasal dari areal perkebunan sawit di seluruh Indonesia, “ kata Direktur Eksekutif Sawitwatch Jefri Saragih dalam rilisnya kepada Republika.co.id, Ahad (11/10).

Menurut mereka, dampak nyata dari kebakaran itu adalah gangguan pernapasan infeksi saluran pernafasan atas  dan gangguan transportasi, khususnya jalur udara.

“Penyebab utama maraknya kabut asap ini adalah terbakarnya lahan gambut yang berada di areal perkebunan kelapa sawit secara masif.  Kebakaran lahan gambut lebih berbahaya daripada kebakaran di lahan kering atau tanah mineral,” kata Jefri. 

Sawit Watch khusus untuk wilayah Riau terdapat sekitar 80 titik api di dalam perkebunan kelapa sawit, yang 61 di antaranya berada di lahan gambut, jumlah ini naik dari September 2014 yang hanya berjumlah 11 titik api.

Di Jambi ada 175 titik api di dalam perkebunan kelapa sawit, yang sebanyak 167 kebun ada di kawasan lahan gambut. Padahal tahun lalu belum ditemukan titik api di perkebunan kelapa sawit di Jambi.

Menurut Jefri, penyebab utama naiknya jumlah titik api tiap tahunnya adalah minimnya keseriusan perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk mengelola perkebunan mereka secara berkelanjutan.

“Praktik-praktik pengelolaan perkebunan kelapa sawit cenderung mengambil langkah praktis dan efisien, tanpa memperhitungkan dampak lingkungan dan sosialnya menjadi hal biasa yang dilakukan perkebunan kelapa sawit di Indonesia,” kata Jefri.

Beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang diindikasikan menjadi lokasi titik-titik api tergabung dalam grup besar di RSPO (Roundtable on Sustainble Palm Oil) dan IPOP (Indonesian Palm Oil Pledge) yang memiliki standar prinsip dan kriteria keberlanjutan dan lestari yang tinggi.

"Hal ini sangat disayangkan, karena perusahaan anggota juga yang turut menyusun standar tersebut. Artinya, perusahaan tidak konsisten. RSPO dan IPOP juga seharusnya menindak tegas pelanggaran anggotanya," seru Kepala Departemen Sosial Sawit Watch Harizajudin.

Dari sisi hukum, menurut Harizajudin, Pemerintah Indonesia memiliki beberapa pilihan dalam menjerat badan usaha yang usaha dan atau kegiatannya diduga menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan.

Misalnya, melalui UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengakomodir tiga jalur peradilan, yakni pidana, perdata, dan administrasi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement