Ahad 11 Oct 2015 23:15 WIB

MUI: Jenazah Koruptor Harus Tetap Dishalatkan

Rep: c16/ Red: Bilal Ramadhan
Massa yang tergabung dalam Pijar Indonesia menggelar lukisan para koruptor di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (25/3).  (Republika/Agung Supriyanto)
Massa yang tergabung dalam Pijar Indonesia menggelar lukisan para koruptor di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (25/3). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI), Tengku Zulkarnain menegaskan, jenazah koruptor harus tetap dishalatkan. "Harus tetap ada yang menshalatkan karena ini fardu kifayah," ujar Tengku kepada Republika, Ahad (11/10).

Pernyataan itu disampaikan Tengku menyusul rekomendasi Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak agar jenazah koruptor tidak perlu dishalatkan. Rekomendasi tersebut disampaikan di hadapan muktamirin dalam acara Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar, Sulawesi Selatan beberapa belum lama ini.

Menurut Tengku, jenazah yang tidak dishalatkan hanya berlaku bagi mereka yang tergolong kafir. Sementara, korupsi tidak menyebabkan seseorang menjadi kafir. Koruptor hanya tergolong orang fasik yang melakukan perbuatan dosa.

Justru, Tengku menambahkan, apabila semua umat Muslim tidak menshalatkan padahal jenazah tersebut beridentitas muslim maka umat muslim lainnya akan berdosa karena tidak menunaikan hak jenazah dan tidak menjalankan kewajibam sebagai Muslim.

"Mukmin durhaka tetap wajib dimandikan, dikafankan, disholatkan dan dikuburkan di pemakaman umat Islam," kata Tengku.

Menurutnya, kalau Muhammadiyah sekedar mengimbau seluruh anggotanya untuk tidak menshalatkan jenazah koruptor tidak masalah karena jenazah akan pasti akan dishalatkan oleh umat muslim lainnya. "Kalau fatwanya ditujukan kepada seluruh umat Islam justru tidak mungkin diterapkan," tambahnya.

Sementara itu, Tengku menngungkapkan ada dua hukuman yang bisa diterapkan untuk para koruptor. Pertama, bagi koruptor yang mencurinya tidak terlalu banyak hukuman yang diberikan bisa berupa potong tangan.

Sedangkan, koruptor dengan hasil curian yang sangat banyak dan memberikan efek kerugian yang besar bagi oranglain maka hukumannya adalah hukuman mati karena koruptor jenis in tergolong fasad atau membuat kerusakan.

"Ada hak pemerintah menjatuhkan hukuman mati kepada koruptor tersebut karena sudah menimbulkan kerusakan yang luas di masyarakat," tutup Tengku.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement