Senin 02 Nov 2015 17:08 WIB

Efektifkah Kebiri untuk Menekan Pelecehan Seksual?

Rep: c05/ Red: Muhammad Hafil
Peralatan medis untuk operasi kebiri (Ilustrasi)
Peralatan medis untuk operasi kebiri (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohanna Yembise menyatakan belum ada bukti empiris tindakan pengebirian berkorelasi menekan tindakan pelecehan seksual. Hal ini mengacu pada penerapan hukuman serupa di luar negeri.

Saat kasus pelecehan seksual anak terjadi di Indonesia, dirinya langsung mengkontak beberapa rekannya di luar negeri. Dari situ diskusi dan perbincangan terjadi. "Hasilnya, peneliti dari Yale University dan Iowa University menyatakan belum ada korelasi antara pengebirian dengan penurunan kejahatan seksual," ujarnya di Jakarta, Senin (2/11).

Dia menyebut di beberapa negara konsep pengebirian sifatnya sukarela. Jadi seorang individu justru mengajukan dirinya sendiri untuk dikebiri. Alasannya agar tak membahayakan lingkungan sekitarnya. Dimana akibat dari nafsu seksualnya yang tidak bisa terkontrol.

Yohana juga menyebut pengebirian bukan jaminan nafsu seksual bisa benar benar hilang. Persentase tersisanya masih ada, yakni sekitar 10 persen. Jika pengebirian sifatnya tak permanen, maka sekitar tiga bulanan sudah bisa kembali normal.

"Di sini kita mesti hati hati. Jangan sampai justru tindakan mengebiri malah melanggar Hak Asasi Manusia," jelasnya. Jadi, ungkapnya, tindakan mengebiri harus dikaji secara mendalam. Ditimbang sisi baik dan sisi buruknya.

Sanksi kebiri atau kastrasi adalah tindakan bedah atau penyuntikan bahan kimia ke seseorang. Dimana sifatnya untuk menghilangkan fungsi testis jantan pria atau fungsi ovarium di wanita. Tujuannya untuk menekan nafsu seksual seseorang agar tak melakukan tindakan pelecehan seksual.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement