REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Otto Cornelis (OC) Kaligis, Afrian Bondjol mengakui pernah menilai posisi hukum Gubernur Sumatera Utara non-aktif Gatot Pujo Nugroho seharusnya aman dalam kasus dugaan pemberian suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Karena saya punya kantor hukum, wajar saya diminta Pak Gatot untuk memberi bantuan hukum, jadi saya bilang Pak Gatot seharusnya dalam posisi yang aman karena yang memberi kuasa Pak Fuad (Lubis)," katanya di pengadilan Tindak Pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (4/11).
Afrian menjadi saksi untuk OC Kaligis yang didakwa menyuap 3 orang hakim dan seorang panitera PTUN Medan. Fuad yang dimaksud Afrian adalah Ahmad Fuad Lubis mantan Kabiro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut yang menandatangani surat kuasa agar OC Kaligis dan rekan menjadi kuasa hukum dalam pengajuan gugatan ke PTUN Medan.
Permintaan saran hukum kepada Afrian tersebut awalnya dilakukan terkait OTT KPK pada 9 Juli terhadap 3 hakim dan seorang panitera PTUN Medan serta 1 anak buah OC Kaligis bernama Muhammad Yagari Bhastara Guntur alias Garry pada 9 Juli 2015.
"Awalnya saya tidak kenal sama pak Gatot tapi setelah Garry tertangkap, saya dan teman-teman yang pernah berkantor di tempat Pak Kaligis bertemu di hotel Redtop di Pecenongan Jakarta Pusat. Lalu ada telepon ke handphone bu Yenny (bendahara OC Kaligis), ternyata Pak Gatot," jelasnya.
Dalam pembicaraan itu Afrian mengatakan kepada Gatot bahwa OC Kaligis tidak pernah menyuruh Garry pergi ke Medan dan tidak ada pembayaran dari Gatot kepada OC Kaligis.
"Sebelumnya Pak Kaligis menelepon saya, saya mikirnya bahwa Pak Kaligis minta tolong dua hal itu disampaikan ke Pak Gatot yaitu bahwa Pak OC tidak pernah menyuruh Garry dan tidak terima uang dari Gatot, lalu saya bilang saja supaya kami bertemu di Hotel Grand Hyatt," ujarnya.
Malam itu, Afrian pun bertemu dengan Gatot dan istrinya Evy Susanti di restoran di lantai 5 Hotel Grand Hyatt Jakarta Pusat sekitar pukul 22.00 WIB.
"Di hotel Grand Hyatt saya ditemani Vincentiu Tobing alias Nanto, rekan saya. Pak Gatot datang sama istrinya, bertemu cuma 5-10 menit. Saat itu Pak Gatot menyampaikan ke saya kalau seharusnya ada Pak Fuad (Lubis) hadir di sini karena saya (Pak Gatot) tidak tahu duduk permasalahannya. Kata Pak Gatot, Pak Fuad yang bisa menjelaskan permasalah, jadi lebih baik saya bertemu langsung sama Pak Fuad di Medan," jelasnya.
Atas saran Gatot, akhirnya Afrian datang ke Medan untuk bertemu dengan Ahmad Fuad Lubis. Setelah tiba, ia kemudian dijemput oleh Gatot dan Fuad. Afrian kemudian bertanya ke Fuad terkait kasus tersebut di dalam mobil selama perjalanan. Atas penjelasan Fuad itu, Afrian pun menggambar skema kasus tersebut di kertas.
"Saya coba mulai menggambar ilustrasinya kasus posisinya, skemanya biar jelas. Skema awal sudah saya coba reka-reka saat di pesawat. Skema yang dibuat di pesawat itu saya coba bikin yang baru, ada Fuad, Evy, Garry," katanya.
Sehingga Afrian membantah bahwa ia membuat skema garis koordinasi yang menghilangkan peran Gatot dalam kasus suap hakim PTUN seperti yang disampaikan oleh Fuad Lubis dalam persidangan 15 Oktober 2015 lalu.
"Memang diminta memotong garis itu, garis aliran dan, garis koordonasi dan garis perintah, yang saya ingat, yang harus dipotong karena itu menyangkut saya, antara gubernur dengan saya, supaya menyatakan bahwa dalam penyidikan tidak ada perintah," kata Ahmad Fuad Lubis pada sidang 15 Oktober 2015.
"Saya seakan-akan mengamankan Gatot dan Pak Kaligis, itu tidak benar sama sekali. Saya sebagai advokat hanya ingin tahu perkaranya seperti apa. Kalau dari cerita utuh saat itu seharusnya pak Gatot ini aman dong karena yang kasih kuasa Pak Fuad dan tidak ada aliran dana. Saya simpulkan Pak Gatot tidak dalam masalah, tapi kalau posisi pak Kaligis ini kayaknya bahaya. Saya di medan hanya 2 jam setelah itu saya balik ke Jakarta," jelas Afrian.
Afrian pun menyarankan agar Gatot melakukan penjadwalan ulang saat dipanggil sebagai saksi oleh KPK.