Senin 09 Nov 2015 14:40 WIB

Ini yang Harus Diklarifikasi Istana Terkait Broker Kunjungan Jokowi ke AS

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
Presiden Barack Obama menerima kunjungan Presiden Joko Widodo di Gedung Putih, Washington,  Senin (26/10).
Foto: AP/Susan Walsh
Presiden Barack Obama menerima kunjungan Presiden Joko Widodo di Gedung Putih, Washington, Senin (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR, Tantowi Yahya yakin kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Amerika Serikat untuk bertemu Presiden Obama, benar-benar diatur oleh Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar RI di Washington AS

Sebab, lanjut politikus Partai Golkar itu, pernyataan yang sama juga disampaikan Duta Besar AS untuk Indonesia kepada dirinya beberapa hari sebelum pertemuan Jokowi-Obama. Akan tetapi, Tantowi tak menampik peranan jasa lobi swasta di AS untuk kemudahan tertentu.

"Tapi pertemuan-pertemuan lain dengan pihak swasta, termasuk mengumpulkan media, bisa saja diatur oleh lobbyist karena itu memang lazim dilakukan. Dan di Amerika itu legal," kata Tantowi Yahya dalam pesan singkatnya, Senin (9/11).

Meskipun pemerintah telah membantah tudingan tersebut, sebuah dokumen resmi pendukung ada dalam laman Foreign Agents FARA yang dikelola Kementerian Pertahanan AS.

Dokumen ini ditautkan Michael Buehler, akademisi London, Inggris, dalam artikelnya di laman Australia National University. (baca: Buehler Unggah Dokumen Asli Dugaan Broker Pertemuan Jokowi-Obama).

Dalam dokumen itu, tertulis bahwa jasa lobi Pereira International Pte Ltd digunakan oleh pemerintah Indonesia. Pereira adalah perusahaan konsultan politik yang bermarkas di Singapura.

Pereira lantas berkontrak dengan R&R Partners Inc. Pelayanan perusahaan yang bermarkas di Las Vegas, AS, itu meliputi mengatur pertemuan pemerintah Indonesia dengan penentu kebijakan AS, termasuk Presiden Obama.

Bagi Tantowi, yang perlu diklarifikasi oleh pemerintah atas tudingan Buehler ialah soal pembayaran terhadap R&R Partners Inc. Sebab, pemerintah dinilai aneh bila harus membayarkan uang hanya untuk bisa menemui Presiden Obama.

"Yang perlu diklarifikasi oleh Istana dan Kemlu adalah dugaan (pembayaran sebesar) 80.000 USD yang digelontorkan untuk membayar lobbyist di Las Vegas itu," katanya.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menegaskan, kunjungan dan pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Presiden Obama untuk memenuhi undangan resmi Presiden Obama, bukan menggunakan jasa konsultan atau broker seperti yang diberitakan. (baca: Menlu: Pertemuan Jokowi dan Obama tidak Gunakan Jasa Broker).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement