REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah masih melakukan kajian terkait pemberian gelar pahlawan nasional kepada presiden kedua RI, Soeharto. Namun, pemberian gelar pahlawan nasional ini masih mengundang pro-kontra di tengah masyarakat.
Berbagai pihak masih menyuarakan penolakan terhadap rencana pemberian gelar pahlawan nasional terhadap mantan presiden yang kerap disebut Bapak Pembangunan Nasional tersebut. Salah satunya datang dari Setara Institute.
Menurut Kepala Setara Institute, Hendardi, pemberikan gelar pahlawan kepada Soeharto masih terlalu prematur. Hal ini lantaran belum adanya klarifikasi secara politik atas peranan Soeharto dalam berbagai peristiwa politik dan kekerasan sistematis yang terjadi pada masa pemerintahan Soeharto.
''Sehingga tidak pernah diperoleh fakta objektif atas nilai kepahlawanan dari Soeharto,'' tutur Hendardi dalam keterangan resmi yangd diterima Republika, Selasa (10/11).
Hendardi menambahkan, dalam masa kepemimpinannya, Soeharto justru dianggap masih menunjukan praktik-praktik anti kepahlawanan. Terlepas dari berbagai peran positif termasuk semua upaya pembangunan, praktik-praktik anti kepahlawanan seperti dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan Soeharto dianggap masih terus mengganjal.
''Karena posisinya yang demikian, selalu akan ada kontroversi dalam setiap upaya klarifikasi atas Soeharto, salah satunya menjadikannya sebagai pahlawan nasional,'' tutur Hendardi.