REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Dalam kehidupan sehari-hari, tetangga sekitar rumah kadang lebih dekat dari kerabat. Meski kadang ada perilaku menyebalkan, tetanggalah yang diandalkan dalam keadaan darurat. Itulah yang terjadi antara Indonesia dan Australia yang bertetangga.
Hubungan antara Jakarta-Canberra kerap kali naik-turun. Mulai dari masalah manusia perahu, bom Bali, Bali Nine hingga terakhir adalah masalah ekspor-impor ternak sapi.
"Pembahasan Perdana Menteri (Australia) dan Presiden (Indonesia), selalu 3 B yang disebut yakni Boat, Bali and Beef. Untuk beef itu, yang terbesar dari NT (negara bagian Northern Territory)," tutur Konsul Jenderal RI di Darwin, Andre Omer Siregar.
Hal itu dikatakan Andre kala diwawancara jurnalis Indonesia atas undangan Australia Plus ABC International, di Indonesian Garden, Charles Darwin University, Darwin, Northern Territory pada September 2015 lalu.
Andre mencontohkan kala Canberra mengambil kebijakan menyetop ekspor sapi ke Indonesia karena isu kesejahteraan hewan di rumah potong hewan Indonesia pada 2011 lalu. Kebijakan Canberra itu berimbas pada para peternak sapi di Northern Territory.
"Kebijakan yang diambil di Jakarta dan Canberra, yang merasakan orang-orang NT," tutur Andre.
Kala Jakarta-Canberra tegang soal Bali Nine dan juga kuota ekspor-impor sapi yang tidak jelas, warga NT tetap pergi ke Bali. Warga NT, imbuhnya, lebih dekat kepada Indonesia.
"Wilayah NT ini meski penduduknya satu jutaan begitu, tapi they know a lot tentang Indonesia. We have to capture that," jelas dia.