REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Tarik-menarik kepentingan dan intervensi terus mewarnai pengelolaan gedung perkantoran Menara Kuningan di Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan. Akibatnya, tak hanya pihak pengurus pengelola gedung yang tergabung dalam Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun perkantoran Menara Kuningan (P3SRS MK) yang terganggu, namun juga mengusik kenyamanan pemilik, penghuni, dan para tamu.
Ketua P3SRS MK yang terpilih kembali untuk periode kedua Junimart Girsang mengatakan, bentuk intervensi yang dilakukan sekelompok orang adalah menggelar Rapat Umum Luar Biasa (RULB) dengan dijaga 50 anggota Kopassus dan Brimob di Hotel J Luwansa, Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (13/11) kemarin.
“Dengan menggelar acara bernuansa manuver ini, sudah bisa dipastikan siapa di belakangnya,” ujar Junimart di Jakarta, Senin (16/11).
Menurut Junimart, di balik kekisruhan itu ada seorang pensiunan jenderal yang pernah memimpin lembaga intelijen negara dan selama ini kerap dikaitkan dengan kasus HAM. Manuver yang dilakukan sang jenderal adalah menggelar RULB agar P3SRS MK menerapkan sistem Nilai Perbandingan Proporsional (NPP). Padahal, sistem ini sudah dievaluasi dan hasilnya tidak baik diterapkan di P3SRS MK karena dinilai tidak demokratis, elitis, dan oligarkis.
Selama ini, kata dia, P3SRS selalu menerapkan nilai-nilai demokrasi one man one vote sesuai peraturan yang berlaku. RULB terkesan sperti pemaksaan kehendak yang dengan sengaja dilakukan oleh mereka ke internal P3SRS MK. Junimart pun sangat menyayangkan cara-cara ala Orba yang tidak simpatik bahkan cenderung fasistik seperti itu.
“Ke depan, kami khawatir dampak dari cara-cara seperti ini akan membuat gaduh sehingga bisa membuat pemilik, penghuni, dan tamu gedung jadi tidak nyaman. Kalau sudah seperti itu, akhirnya kita semua yang dirugikan,” kata Junimart.
Dengan adanya intervensi terhadap pengurus, P3SRS MK mengajukan perlindungan hukum kepada Kapolri untuk segenap pengurus agar terhindar dari manuver-manuver yang justru berpotensi melanggar hukum. Hal itu diamini Ketua Dewan Pengawas P3SRS MK Rufinus Hutauruk. “Kami sudah minta perlindungan ke kepolisian dan terkait sistem NPP jelas itu tidak demokratis karena akan melahirkan kesewenang-wenangan,” kata Rufinus.
Dari cara mereka menyampaikan ketidakpuasan saja, menurut Rufinus, sudah terlihat kurang simpatik dan otoriter. Kondisi tersebut tentu sangat disayangkan lantaran P3SRS MK sudah menorehkan prestasi membanggakan dan juga memiliki laporan keuangan yang baik karena sangat transparan.
“Di bawah kepemimpinan Pak Junimart Girsang juga telah dilakukan audit keuangan yang dilakukan salah satu akuntan publik top 10 di Indonesia. Jadi sangat transparan dan akuntabel,” kata Rufinus.