REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM Sudirman Said dinilai telah bertindak gegabah dalam memberikan sinyal menjanjikan perpanjangan operasi PT Freeport Indonesia (PTFI). Hal itu disampaikan Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika, Sabtu (5/12).
Kardaya mengeluhkan surat yang ditulis dan dikirim Menteri ESDM kepada pemilik Freeport McMoran Inc James R Moffett tertanggal 7 Oktober 2015. Menurut Kardaya, surat tersebut jelas-jelas menjanjikan kepada Moffet bahwa pemerintah Indonesia menjamin kelanjutan kontrak PTFI di Indonesia.
Kardaya menyoroti alinea terakhir surat tersebut. Bunyinya adalah "Pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk memastikan keberlanjutan investasi asing di Indonesia, namun karena perlunya penyesuaian peraturan yang berlaku di Indonesia maka persetujuan perpanjangan kontrak PTFI akan diberikan segera setelah hasil penataan peraturan dan perundangan di bidang mineral dan batubara diimplementasikan. Sebagai konsekuensi atas persetujuan tersebut, PTFI berkomitmen untuk menginvestasikan dana sebesar tambahan 18 miliar dolar AS untuk kegiatan operasi PTFI selanjutnya."
Padahal, lanjut politikus Partai Gerindra itu, sesuai amanat UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), soal pengajuan perpanjangan kontrak PTFI baru bisa dilakukan pada 2019 alias dua tahun jelang habis masa kontrak, bukan kini.
Parahnya lagi, Kardaya menduga, bos Freeport McMoran Moffet di Amerika Serikat sudah menganggap surat dari Menteri Sudirman Said itu sebagai jaminan hukum bahwa kelangsungan PTFI di Indonesia pasti diperpanjang usai 2021 nanti. Padahal sesuai amanat UU Minerba, pasca-tahun 2021, yang ada hanyalah perizinan, bukan perpanjangan kontrak.
Bila judulnya perizinan, maka mungkin saja PTFI tak diizinkan lagi beroperasi di Indonesia.
"Surat itu mencerminkan, mengartikan adanya janji perpanjangan. Makanya ada kata-kata 'akan diberikan segera'. Kami Komisi VII berpendapat, ini (surat) bisa bersifat mengikat," papar Kardaya Warnika dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (5/12).
Karena itu, dia menegaskan, sebaiknya Menteri ESDM segera mencabut surat itu. Sehingga, Freeport tak merasa misalnya arogan dalam berkompromi dengan aturan perundang-undangan di Tanah Air. Namun, Kardaya memberi sinyal pesimistis.
Sebab, isi surat tersebut rupanya telah disetujui sebelumnya oleh Presiden Joko Widodo. Bahkan, seperti dicantumkan di sana, ternyata surat tersebut merupakan balasan tertulis atas surat yang telah disampaikan Moffett pada tanggal yang sama, 7 Oktober 2015.
Yang mengherankan pula, tegas Kardaya, seorang menteri ESDM berkirim surat langsung ke pemilik korporasi, bukan direktur yang mengoperasikan perusahaan asing tersebut.
"Biasanya, atau yang sepanjang tahu saya, surat menteri tak ditujukan ke pemilik (perusahaan asing), tapi pengurus perusahaan, presiden direkturnya," kata dia.