REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecelakaan yang melibatkan bus Metromini dan kereta rel listrik (KRL) sudah cukup sering terjadi. Selain kejadian kecelakaan pagi tadi, kecelakaan dua kendaraan tersebut pernah terjadi di persimpangan Kalibata.
"Tapi semuanya itu tidak membuat sopir Metromini berefleksi dan menjadi lebih hati-hati," ujar Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas kepada Republika.co.id, Ahad (6/12).
Baca: KNKT akan Investigasi Tabrakan Metromini-KRL
Hal itu menandakan bahwa sopir Metromini maupun angkutan umum lainnya tidak pernah belajar dari kesalahan sebelumnya. Darmaningtyas melihat penyebab hal tersebut cukup kompleks. Pertama, secara sistem, model setoran yang diterapkan di angkutan umum akan membuat awak angkutan cenderung terburu-buru untuk mengejar setoran yang lebih banyak.
Kedua, kesadaran pengemudi angkutan umum termasuk Metromini terhadap keselamatan tidak ada, mereka hanya berfipir soal sewa (penumpang) saja, tidak peduli dengan keselamatan penumpang. "Lihat, banyak pengemudi Metromini dan juga Kopaja yang menyetir sambil SMS-an atau teleponan, padahal itu jelas mengancam keselamatan dia sendiri maupun pengguna jalan lain," kata dia.
Ketiga, pendidikan mereka rata-rata rendah dan memang tidak pernah dibina oleh Pemprov DKI Jakarta sehingga wajar bila mereka ugal-ugalan. "Coba cek saja ke Dinas Perhubungan, adakah program-program untuk pembinaan untuk pengemudi metromini, kopaja, mikrolet, atau KWK?," ujar Darmaningtyas.
Baca juga: Bus Tabrak Warung di Jalur Puncak, 3 Orang Tewas