REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan resmi melarang ojek maupun taksi yang berbasis daring (online) beroperasi. Layanan itu dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono mengungkapkan ada beberapa alasan layanan ojek dan taksi daring dilarang. Salah satunya karena dianggap tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan. (Baca: Kemenhub Resmi Larang Gojek dan Sejenisnya Beroperasi)
"Ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum," kata dia.
Kabar larangan yang berdampak pada sejumlah layanan ojek daring seperti Gojek, Grab Bike, dan sejenisnya ini pun langsung menuai reaksi dari banyak pengguna sosial media.
Di jejaring sosial Twitter, kata 'Gojek' bahkan langsung menjadi topik paling dibicarakan (trending topic) hingga Jumat (18/12) dini hari.
Sejumlah pengguna Twitter mempertanyakan keputusan tersebut. Sebagian bahkan menyayangkan. Salah satunya datang dari pemilik akun @addiems. "Pelarangan Uber, GoJek dan angkutan umum berbasis aplikasi online lainnya sangat kontra-produktif. Merugikan masyarakat," cuit dia.
"Bah gojek di larang, situ emang nya udah bisa ksh solusi macet? Udah Kasih transportasi yg cepat dan terjangkau harganya?" ungkap pemilik akun @TSudiran juga berkomentar.
Senada dengan @Tsudiran, pengguna Twitter lain @indaaah_sr juga mengomentari, "Gojek dilarang? Pengangguran jadi banyak padahal pemerintah belom tentu bisa ngasih kerjaan tetap, yg berkerja siap siap buat macet macetan."