REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pakar tafsir dari Universitas Al Azhar Kairo, Mesir, Dr Muchlis Hanafi mempertanyakan apakah umat Islam saat ini masih layak menyandang predikat khaira ummah (umat terbaik) seperti disebut dalam Alquran, sebab dunia Islam berada dalam ketertinggalan dan dilanda konflik serta pertikaian antara sesama.
Sekjen Ikatan Alumni Al-Azhar Cabang Indonesia, dalam kertas kerjanya pada Multaqa Serantau Alumni Al-Azhar di Kuala Lumpur, Malaysia belum lama ini mengungkapkan, Umat Islam, memiliki potensi besar untuk maju, baik berupa sumber daya alam (materi), sumber daya manusia (insani) maupun nilai luhur ajaran.
''Hanya saja, ketiga potensi itu belum diberdayakan dengan baik karena umat Islam tidak memiliki kekuatan penggerak yang menyatukan semua potensi tersebut, yaitu al-wihdah (persatuan),'' jelas Muchlis menerangkan.
Lewat kertas kerjanya berjudul Adab Ikhitilaf Demi Memelihara Perpaduan Ummah, Muchlis menjelaskan, Al-Wihdah menjadi suatu kewajiban yang hilang dari kehidupan umat, karena terdapat sejumlah hambatan untuk mewujudkannya.
Alumnus Pondok Modern Gontor ini lalu menyebutkan beberapa hambatan tersebut antara lain; pertama: perbedaan pandangan keagamaan, baik dalam soal ushûl maupun furû.
Kedua, kepentingan dan loyalitas yang berbeda-beda antara satu negara Islam dengan lainnya, dan ketiga: adanya pihak-pihak yang menginginkan umat Islam selalu dalam suasana terpecah belah dan tidak bersatu.
Untuk itu, kata Muchlis, perlu ditumbuhkan kesadaran akan pentingnya persatuan (al-wa`yu al-wahdawiy), antara lain dengan mengembangkan budaya menghormati keragaman dalam kerangka persatuan (al-Tanawwu` fi Ithâr al-Wahdah).
Keragaman pandangan keagamaan, kata Muchlis, sejatinya menggambarkan dinamika intelektualitas dan rasionalitas Islam sebagai agama universal dan responsif terhadap berbagai perkembangan.
''Keberadaan mazhab-mazhab memperkaya khazanah peradaban Islam dengan berbagai alternative pemikiran yang dapat memberikan kemudahan dan pilihan bagi umat dalam beragama. Dalam konteks ini perbedaan menjadi rahmat,'' kata Muchlis menjelaskan.