REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Direktur Utama Pelindo II, Richard Joost (RJ) Lino sebagai tersangka, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan quay container crane (QCC) tahun 2010.
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie M Massardi mengapresiasi kinerja tiga lembaga negara yakni DPR, Polri dan KPK dalam mengusut dugaan korupsi di Pelindo II.
"Setelah tiga lembaga negara bekerja ekstra keras dengan nyali tak terbeli, akhirnya orang kuat Tanjung Priok, Dirut Pelindo II RJ Lino yang dibeking para pembesar pemerintahan dan sejumlah intelektual itu, akhirnya berhasil dipukul TKO (technical knockout)," ujarnya dalam siaran persnya, Ahad, (20/12).
Ia melanjutkan, meski DPR telah menghasilkan rekomendasi Pansus Pelindo II, Polri telah melakukan penyelidikan dan KPK telah menetapkan RJ Lino sebagai tersangka, namun bukan berarti skandal korupsi besar di pelabuhan Tanjung Priok bisa dituntaskan dengan mudah.
Mantan Jubir Presiden KH Abdurrahman Wahid itu mengingatkan Polri dan KPK untuk merekam telepon dari pembesar negara, yang mencoba mengintervensi kasus yang menyeret RL Lino, terlebih sampai meminta dibebaskan dari segala tuduhan.
"Bahkan kalau telepon itu datang dari Wapres Jusuf Kalla (JK), bila menyoal kedudukan hukum RJ Lino, tak ada salahnya direkam," katanya
Nanti, ujar dia, hal itu dipublikasikan transkripnya. Diperdengarkan kepada publik hasil rekaman percakapannya.
"Sekarang tidak penting lagi legalitas rekaman, sepanjang untuk menangkal pelanggaran etika pejabat negara, halal saja," jelasnya.
Ia melanjutkan, preseden hukum (etika) yang dilakukan kepada Setya Novanto sebagai (mantan) Ketua DPR harus dieksplorasi dan dijadikan yurisprudensi dalam kategori penyalahgunaan wewenang pejabat negara.
Bahkan masih belum terlambat bagi Mabes Polri untuk memperdengarkan kepada publik percakapan Wapres JK saat dari Korsel menelepon kabareskrim Mabes Polri yang saat itu dijabat Komjen Budi Waseso
"Saya percaya, Mabes Polri punya rekaman percakapan itu," ujarnya.