REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yusril Ihza Mahenda menyatakan pihaknya memutuskan mundur sebagai kuasa hukum mantan Direktur Utama Pelindo II, Richard Joost (RJ) Lino, dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di pengadaan Quay Container Crane.
Yusril mengatakan, memang telah ada pembicaraan lisan antara RJ Lino dengan Ihza-Ihza Law Firm, kantor firma hukum Yusril Ihza Mahendra terkait penanganan kasus tersebut. Namun, muncul masalah saat biaya penanganan perkara tersebut dibebankan kepada Pelindo II.
''Sebab pernyataan sebagai tersangka kepadal RJ Lino adalah atas nama pribadi, bukan dalam jabatannya sebagai Dirut Pelindo II. Jika nantinya mungkin beliau diberhentkan dari jabatannya, maka biaya penanganan perkara yang dibebankan kepada perusahaan akan menjadi kontroversi,'' ujar kepada Republika.co.id, Rabu (23/12).
(Baca: RJ Lino Dipecat, Menteri BUMN: Biar Konsentrasi di Kasus Hukum)
Selain itu, mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia itu mengatakan, belum ada penandatanganan kuasa dalam menangani perkara tersebut. Begitu pun dengan besaran biaya penanganan perkara dan sumber pembiayaannya.
Artinya, belum ada ikatan kerjasama resmi dalam penanganan perkara antara kedua belah pihak. Yusril mengakui, di media sosial memang beredar fotocopy soal kesepakatan internal Board of Directors Pelindo II mengenai alokasi anggaran dalam penanganan perkara RJ Lino.
Namun, kesepakatan internal itu belum dirapatkan dengan Ihza-Ihza Law Firm, apalagi ditandatangani sebagai persetujuan kedua belah pihak.
Akhirnya, Yusril melalui Ihza-Ihza Law Firm menyatakan tidak akan melanjutkan penanganan perkara RJ Lino. Yusril menegaskan, keputusan mundur ini bukan lantaran tingginya muatan politik dalam kasus tersebut.
''Jadi kami mundur bukan karena tingginya muatan politik di kasus ini. Muatan politik seperti adalah biasa dalam menangani perkara dan tantangan bagi advokat profesional,'' tegasnya.