REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpilihnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nyatanya belum menaikkan semangat pemberantasan korupsi. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi lima pimpinan KPK terpilih.
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, mengatakan KPK memang sedang dihadang sejumlah persoalan, yang telah muncul sepanjang 2015 dan akan berlanjut di awal tahun 2016. Menurutnya, lima pimpinan KPK terpilih harus bisa mengatasi persoalan -persoalan tersebut, untuk membuktikan komitmen mereka kepada publik.
Salah satu persoalan yang seakan terus diarahkan ke KPK dan belum terselesaikan sampai saati ini, lanjut Tama adalah soal usulan untuk merevisi Undang-Undang KPK. Ia menekankan revisi UU KPK tidak akan memperkuat pemberantasan korupsi oleh KPK, sehingga penolakan atas revisi itu harus dilakukan sebagai bentuk perlindungan.
"Tingkatkan preoteksi, revisi UU KPK bukan jawaban memperkuat pemberantasan korupsi," kata Tama kepada Republika.co.id, Jumat (25/12).
Meski begitu, ia menuturkan revisi UU KPK bukanlah sebuah hal yang tidak boleh dilakukan, apabila memang dilakukan untuk memperkuat penindakan dan pemberantasan korupsi oleh KPK. Sayangnya, Tama menegaskan revisi UU yang diusulkan jelas tidak bersifat memperkuat, dan hanya akan melemahkan fungsi dari KPK dalam penindakan.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memang telah memilih lima pimpinan KPK, untuk memimpin lembaga pemberantasan korupsi tersebut selama empat tahun ke depan. Namun, latar belakang cara pandang para pimpinan KPK terpilih, memang membuat banyak pihak sulit menaruh harapan kepada KPK di masa yang akan datang.