REPUBLIKA.CO.ID, EL GENEINA -- Kekayaan budaya Indonesia saat ini dikenal masyarakat Darfur di Sudan Afrika. Itu setelah prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Batalyon Komposit (Satgas Yon Komposit) TNI Konga XXXV-A/Unamid (United Nations African Union Mission in Darfur) atau Indobatt (Indonesian Battalion) rutin memperkenalkan keindahan budaya bangsa di berbagai kesempatan.
Di bawah pimpinan Letkol Inf M. Herry Subagyo yang bertugas sebagai pasukan perdamaian (peacekeeper) di bawah bendera PBB, TNI tidak henti-hentinya melaksanakan misi mempromosikan budaya asli Indonesia yang hampir memasuki satu tahun penugasan.
Di berbagai even yang diselenggarakan, baik oleh Pemerintah Sudan, masyarakat lokal, hingga kantor pusat United Nations African Union Mission in Darfur di kota El Fasher, pasukan Garuda Satgas Konga XXXV-A/Unamid selalu tampil memperkenalkan khazanah budaya di wilayah misi PBB tersebut. Dan, sambung Herry, pada setiap penampilan pasukannya banyak menuai pujian dari para penonton yang hadir.
Kebudayaan Indonesia yang ditampilkan para prajurit TNI di Darfur, antara lain Tari Kecak Bali, Tari Saman dari Aceh, hingga Hadroh Marawis yang kental dengan nuansa Islam. Tentu saja kemampuan prajurit TNI menguasai beragam tarian tradisional itu membuat kagum masyarakat lokal maupun orang-orang yang tergabung dalam misi PBB, yang mayoritas berasal dari Timur Tengah dan Afrika.
Letkol Herry mengatakan, setiap prajurit TNI pada misi PBB merupakan duta bangsa, di mana mengemban kepercayaan dari pemerintah Indonesia. Di pundak prajurit TNI, sambung dia, nama baik bangsa harus diperjuangkan.
"Selain sebagai pasukan perdamaian yang profesional dalam menjaga perdamaian di wilayah konflik, melalui keindahan budaya Indonesia kita dapat memenangkan hati dan pikiran masyarakat lokal sekaligus mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional,” ujarnya dalam siaran kepada Republika.co.id, Kamis (7/1).
Satgas Konga XXXV-A/Unamid merupakan satgas pertama TNI yang bergabung dengan misi United Nations African Union Mission in Darfur di Darfur Sudan sejak Februari 2015. Pasukan itu ditempatkan di wilayah sektor barat Darfur.
Satgas TNI merupakan Batalyon Komposit, yang terdiri tiga matra, yaitu TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Pasukan tersebut ditugaskan selama satu tahun sebagai penjaga perdamaian hingga Februari 2016 mendatang.
Sementara itu, prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Kompi Zeni (Satgas Kizi) TNI Konga XXXVII-B/Minusca (Multi-Dimensional Integrated Stabilization Mission in Central African Republic) atau Indonesia Engineering Company (Indoengcoy), yang bertugas di Republik Afrika Tengah, memberikan bantuan logistik berupa air bersih bagi warga lokal di sekitar Camp Fidel, Bangui, Afrika Tengah, Selasa (5/1).
Menurut Dansatgas Konga XXXVII-B/Minusca Letkol Czi Denden Sumarlin, dalam pendistribusian air bersih tersebut, sebanyak delapan personel Satgas Kizi TNI dan dua tanki air diterjunkan dalam kegiatan civil military coordination (Cimic) di sekitar Camp Fidel di Bangui, yang merupakan area sekitar pekerjaan Satgas Kizi TNI (Indoengcoy), guna membantu kesulitan air bersih yang dialami warga sekitar.
“Satgas Kizi TNI memiliki tangki besar untuk menampung air dan mampu untuk memberikan dukungan air,” ujarnya.
Sumarlin mengatakan, kebutuhan akan air bersih betul-betul menjadi hal utama bagi masyarakat di sekitar Camp Fidel. Kondisi daerah yang panas menyebabkan sulitnya mendapat sumber air bersih untuk kebutuhan hidup, hal itu tentu akan menyebabkan lingkungan yang tidak bersih dan akan menimbulkan sumber penyakit.
Melihat kondisi itulah, Indoengcoy memberikan bantuan air bersih kepada warga sekitar agar dapat mengurangi beban masyarakat akan kebutuhan air bersih. Kegiatan itu, kata dia, mendapat respon positif dari seluruh warga, di mana mereka berbondong-bondong datang mengantre untuk mendapat dukungan air bersih yang siap digunakan untuk kebutuhan hidup.
Perwira Cimic Satgas Kizi TNI Konga XXXVII-B/Minusca Mayor (Mar) Daulat Situmorang yang memimpin kegiatan Cimic menyampaikan, kegiatan itu sangat dinantikan oleh warga lokal dikarenakan telah tiba musim panas yang tidak akan turun hujan selama berbulan-bulan.
Kegiatan itu dilakukan karena masyarakat lokal tidak mempunyai sumber air atau sumur. Sebab, keterbatasan pengetahuan dan peralatan yang dimiliki. Satu sumur untuk satu atau dua kampung, sehingga sangat minim dan terbatas.
“Warga yang datang didominasi oleh Ibu-ibu rumah tangga dan remaja putri yang keseharian melakukan kegiatan rumah tangga seperti memasak dan mencuci, bahkan ada beberapa warga yang langsung meminum air tersebut,” tuturnya.