REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang tindak pidana terorisme sudah masuk dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2016. Artinya, revisi UU Terorisme akan dibahas tahun ini juga.
Fraksi Partai Demokrat mengungkapkan, pihaknya tidak mempermasalahkan soal revisi UU terorisme. Yang jelas, pengaturan yang harus ada dalam perubahan-perubahan nanti bukan bersifat insidentil atau reaktif dari teror di Jalan Thamrin pekan lalu.
Revisi harus didasarkan pada kepentingan bangsa untuk memberantas tindak pidana terorisme namun tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan, dalam revisi UU terorisme ini, harus diselesaikan secara menyeluruh dan mempertimbangkan aspek hukum. Termasuk pencegahan dan penanganan serta pemberian sanksi jika terjadi penyalahgunaan wewenang atau salah tangkap.
“Kalau ada aparat yang kemudian melakukan ‘abuse of power’ pasti akan ada upaya hukum atau sanksi bahkan pemulihan nama baik terhadap orang yang dilakukan salah tangkap itu,” ujar sekretaris fraksi Demokrat, Didik Mukriyanto pada Republika.co.id, Rabu (20/1).
Menurutnya, revisi bukan hanya soal menambah kewenangan saja, tapi harus disesuaikan dengan koridor hukum yang berlaku. Soal penguatan untuk pencegahan dengan deteksi dini, dapat dilakukan dengan mengefektifkan peran masyarakat dalam membantu memperoleh informasi oleh intelijen.
“Kalau mereka dibekali dengan pengetahuan deteksi dini mereka juga akan bergerak,” kata Didik.
Baca juga: Revisi UU Terorisme Masuk Prolegnas Prioritas 2016