REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kembali merebaknya isu lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) bukan menjadi berita baru bagi publik Indonesia. Hanya, modusnya kini berbeda. Gerakan LGBT kini menyasar kampus dengan kedok jasa konsultasi. Padahal konsultan tersebut seyogyanya memiliki orientasi seks menyimpang alias penderita LGBT.
(Baca: Waspada, LGBT Incar Anak Lewat Twitter).
Sebenarnya, berapa jumlah LGBT di Indonesia? Laporan Kementerian Kesehatan yang dikutip dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional meng ungkap jumlah Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki (LSL) alias gay sudah mencapai angka jutaan.
Berdasarkan estimasi Kemenkes pada 2012, terdapat 1.095.970 LSL baik yang tampak maupun tidak. Lebih dari lima persennya (66.180) mengidap HIV. Sementara, badan PBB memprediksi jumlah LGBT jauh lebih banyak, yakni tiga juta jiwa pada 2011.
Padahal, pada 2009 populasi gay hanya sekitar 800 ribu jiwa. Mereka berlindung di balik ratusan organisasi masyarakat yang mendukung kecenderungan untuk berhubungan seks sesama jenis.
Sampai akhir 2013 terdapat dua jaringan nasional organisasi LGBT yang menaungi 119 organisasi di 28 provinsi. Pertama, yakni Jaringan Gay, Waria, dan Laki-Laki yang Berhubungan Seks dengan Laki laki Lain Indonesia (GWLINA) didirikan pada Februari 2007.
Jaringan ini didukung organisasi internasional. Jaringan kedua, yaitu Forum LGBTIQ Indonesia, didirikan pada 2008. Jaringan ini bertujuan memajukan program hak-hak seksual yang lebih luas dan memperluas jaringan agar mencakup organisasi-organisasi lesbian, wanita biseksual, dan pria transgender.
Gerakan LGBT pun hampir menda pat kan legalitasnya saat Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) menggelar rapat paripurna pada Juli 2013 untuk membahas pengakuan tentang LGBT.
Hanya, pada akhirnya rapat tersebut menyatakan jika Komnas tak berwenang mengakui LGBT karena Komnas tak mewakili aspirasi seluruh rakyat Indonesia.