REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri membongkar sindikat penjualan organ ginjal. Polri pun menangkap tiga tersangka kasus tersebut.
"Tersangkanya HS, AG, dan DD," kata Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Umar Surya Fana di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (27/1).
HS ditangkap polisi di Jakarta, sementara AG dan DD diringkus di Bandung, Jawa Barat. Dalam kasus ini, HS berperan sebagai penghubung ke rumah sakit.
"Kalau AG dan DD, berperan merekrut pendonor (korban)," katanya.
Umar menjelaskan, HS menginstruksikan AG dan DD untuk mencari korban pendonor ginjal. AG bertugas mencari pendonor dengan imbalan Rp 80 juta hingga Rp 90 juta. Lalu, korban diantarkan kepada DD untuk dicek kondisi ginjalnya di sebuah laboratorium di Bandung. Setelah ginjal korban dinyatakan sehat, hasil lab kemudian diberikan kepada penerima ginjal.
Lalu HS, korban, dan penerima ginjal bertemu dengan dokter ahli ginjal di sebuah rumah sakit di Jakarta untuk membahas hasil lab tersebut. Kemudian, dokter tersebut memberikan surat pengantar ke rumah sakit untuk pencocokan darah (cross match), CT scan ginjal, pemeriksaan jantung, paru, dan pemeriksaan psikiater.
"Setelah dinyatakan memenuhi syarat untuk transplantasi ginjal, kemudian hasil tersebut diberikan kepada tim dokter yang melakukan transplantasi. Lalu, diadakan rapat dokter untuk menentukan tanggal operasi," katanya.
Kemudian, HS membuat surat persetujuan untuk ditandatangani pihak keluarga dan korban sebagai persyaratan sebelum operasi dilakukan.
"Surat tersebut lalu diserahkan oleh HS ke bagian administrasi di rumah sakit, kemudian baru dilakukan operasi transplantasi ginjal dari korban ke penerima ginjal," katanya.
Umar mengatakan, dalam kasus ini, penerima ginjal dikenakan biaya Rp 225 juta-Rp 300 juta untuk pembelian satu ginjal dengan uang muka sebesar Rp 10 juta - Rp 15 juta.
"Sisa pembayaran dilakukan setelah operasi transplantasi dilakukan," katanya.
Biaya tersebut, menurutnya, tidak termasuk biaya operasi transplantasi yang harus ditanggung oleh penerima ginjal.
Dalam kasus ini, HS menerima keuntungan Rp 100 juta-Rp 110 juta. Sementara, AG mendapat bayaran Rp 5 juta-Rp 7,5 juta setiap mendapatkan pendonor. Sedangkan, DD mendapatkan upah Rp 10 juta-Rp 15 juta.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 64 Ayat 3 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang isinya "Organ dan atau Jaringan Tubuh Dilarang Diperjualbelikan dengan Dalih Apa pun".