REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Islah dinilai lebih penting untuk menyatukan konflik di dalam internal partai, daripada menempuh jalur hukum. Sebab jika diselesaikan secara hukum ada yang namanya kalah-menang.
“Sehingga ada faksi tertentu yang tidak terakomodir di dalam kepengurusan atau didialek politik internal mereka, islah itu baik,” kata Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing , Selasa (2/1).
Ermus mengatakan kalau perlu menyelesaikan konflik internal partai tidak perlu masuk ke ranah hukum. Kecuali memang secara internal ada tindak pidana di dalam tubuh internal partai.
Dia juga mendorong agar PPP dapat meyelesaikan kisruh di dalamnya, dengan dialek secara internal. Kemudian dapat mempertemukan faksi-faksi yang berbeda dari pandangan tersebut. Kata Ermus Islah adalah penyelesaian internal partai yang baik dan bukan hanya hukum. "Kalau secara politik, penyelesaian politik selalu dengan hukum dianggap kurang dewasa," kata dia
Meskipun kubu Dzan Faridz telah memenangkan kursi pemenang yang sah di Mahkamah Agung (MA), namun sebaiknya dia dapat merangkul semua faksi. Seperti dengan kubu Romahurmuziy (romi) yang dianggap tidak sah.
“Ikutilah keputusan hukum, namun merangkulah semua. Yang menang jangan egois, dan yang kalah juga menjauhkan diri. Jadi menyatulah dengan kompromi politik,” kata dia.
Misalnya merangkul kelompok Romi dengan memberikan kompromi politik tertentu, yang diberi sesuatu dalam kepengurusan. Mengakomodir faksi internal lainnya, agar dapat pengurusan, dan kepentingan politik di internal. Sulitnya menyatukan konflik internal di dalam politik, karena ada ego sektoral. Untuk memecahkan hal tersebut, caranya dengan mempertemukan kepentingan mereka.
“Muktamar memang tidak diperlukan. Saya kira yang lebih safety itu melakukan kompromi politik secara internal. Kalau muktamar lagi, nanti ditakutkan akan ada perpecahan lagi,” tutur dia.