REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Transparansi Internasional Indonesia (TII) Natalia Subagyo mengatakan, lambat laun, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK pasti perlu direvisi. Hanya saja, saat ini menurutnya Undang-Undang tersebut belum waktunya untuk direvisi. Terlebih, Rancangan Undang-Undang yang diajukan tidak menunjukkan semangat pemberantasan korupsi.
Natalia khawatir, jika revisi Undang-Undang tersebut dipaksakan, malah akan menjatuhkan kredibilitas lembaga DPR itu sendiri. "Karena akan banyak pertanyaan apakah revisi ini untuk kepentingan bangsa atau hanya untuk kepentingan jangka pendek saja," kata Natalia di Kantor Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Kamis (11/2).
(Baca juga: Alasan Fraksi Gerindra Tolak Revisi UU KPK)
Menurut Natalia, revisi Undang-Undang KPK yang diajukan DPR juga bertentangan dengan apa yang diinginkan presiden. Sebab, sudah berkali-kali Presiden Joko Widodo menyatakan sikap agar tidak ada revisi Undang-Undang KPK yang justru melemahkan lembaga antikorupsi tersebut.
"Saya yakin di DPR masih ada orang-orang yang baik," ucap Natalia.
Seperti diketahui, pada Rabu (10/2), Badan Legislasi (Baleg) DPR melakukan rapat akhir dengan fraksi membahas revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Sebanyak 10 fraksi menyampaikan pandangan mereka soal draf atau rancangan revisi UU KPK. Dari kesemuanya itu, hanya Fraksi Partai Gerindra yang dari awal menolak revisi UU KPK.