REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menilai, fenomena kemunculan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Indonesia bagian dari proxy war atau perang proksi untuk menguasai suatu bangsa tanpa perlu mengirim pasukan militer.
"Sejak 15 tahun lalu saya sudah buat (tulisan) perang modern, itu sama modelnya. Perang murah meriah," kata Menhan di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, ancaman perang proksi itu berbahaya bagi Indonesia karena negara lain yang memiliki kepentingan tidak langsung berhadapan. Oleh karena itu, fenomena pendukung LGBT yang meminta komunitasnya dilegalkan itu wajib diwaspadai.
"(LGBT) bahaya dong, kita tak bisa melihat (lawan), tahu-tahu dicuci otaknya, ingin merdeka segala macam, itu bahaya," kata mantan kepala staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini.
Ia menjelaskan, perang proksi itu menakutkan lantaran musuh tidak diketahui. Kalau melawan militer negara lain, musuh mudah dideteksi dan bisa dilawan.
"Kalau perang proksi, tahu-tahu musuh sudah menguasai bangsa ini. Kalau bom atom atau nuklir ditaruh di Jakarta, Jakarta hancur, di Semarang tak hancur. Tapi, kalau perang modern semua hancur. Itu bahaya," paparnya.
Ia menambahkan, perang modern tidak lagi melalui senjata, tapi menggunakan pemikiran.
"Tidak berbahaya perang alutsista, tetapi yang berbahaya cuci otak yang membelokkan pemahaman terhadap ideologi negara," tuturnya.