REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, menilai postingan di Facebook berjudul 'Surat Terbuka Untuk LGBT Dari Muslimah Bercadar', hanya untuk menarik perhatian masyarakat. Postingan yang ditulis oleh Sheren Chamila Fahmi yang sempat dihapus oleh Facebook beberapa waktu lalu, mempertanyakan diskriminasi seperti apa yang dialami komunitas LGBT hingga menuntut hak asasi manusia.
"(Penulis) membandingkan hanya untuk mendapatkan perhatian saja kalau aku lihat," katanya kepada Republika.co.id, Selasa (23/2).
Menurut dia, penulis sengaja mendompleng kata-kata LGBT yang disorot banyak orang, agar mendapat perhatian juga. "Kalau komunitas LGBT mendapat perhatian yang luas. Sementara dia, ketidakadilan. Jadi sengaja untuk mencari perhatian publik, termasuk komnas HAM. Dugaan saya gitu," katanya.
Sehingga, kata Natalius, banyak orang simpatik terhadap isi surat tersebut. Ia menegaskan, setiap oang berhak memilih pakaiannya, termasuk bercadar.
Akun Facebook bernama Sheren Chamila Fahmi menulis 'Surat Terbuka Untuk LGBT Dari Muslimah Bercadar'. Dalam surat tersebut, Sheren bertanya alasan komunitas LGBT menuntut agar tidak mendapat deskriminasi alih-alih karena hak asasi manusia. "Saya jadi penasaran, memang diskriminasi apasih yang mereka dapatkan," katanya.
Sementara dalam surat tersebut, Sheren menerangkan, wanita bercadar justru tidak sedikit yang ditentang oleh keluarganya. Di tengah-tengah masyarakat, mereka juga sering dipandang sinis, dicaci, dimaki, dikata-katai, dipermalukan di depan umum.
Bahkan, ketika menjadi pembeli, mereka tidak mendapat perlakuan manis dari pelayan. Penulis bahkan pernah disebut 'dasar setan' dengan intonasi dan nada penuh kebencian saat berada di rumah sakit.
Bulan lalu, ia diteriaki "teroris" saat di pusat perbelanjaan dan di tengah keramaian Malioboro. Kemudian, saat sedang berada di KRL, ia menjadi bahan ancaman oleh ibu-ibu untuk menenangkan anaknya yang rewel. "Memangnya saya semenyeramkan itu," katanya.
Saat berada di bandara dan mall, Sheren mendapatkan pemeriksaan super ketat, hal tersebut tidak berlaku bagi orang lain yang tidak bercadar. Saat berada di pusat perbelanjaan di salah satu universitas di Yogyakarta, Sheren pernah diteriaki ninja.
Hal tersebut juga terjadi pada mahasiswi, sebab banyak universitas yang melarang mahasiswinya bercadar. "Jelas apa yang kami dapatkan itu adalah bentuk-bentuk diskriminasi. Tapi apakah ada yang dengan gigih membela kami dari kalangan aktivis HAM? Mengapa justru membela sesuatu yang jelas-jelas menyimpang seperti LGBT," kata Sheren.