REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia telah melakukan perhitungan kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) Indonesia di 2015. Penghitungan tersebut disusul tiga rekomendasi penting agar bencana akibat ulah manusia tersebut tidak terulang di 2016 dan seterusnya.
Lead Environment Specialist World Bank Ann Jeanette Glauber dalam Media Round Table Kerugian Akibat Kebakaran Hutan, Kamis (25/2) menguraikan, tiga hal tersebut yakni melakukan manajemen lahan yang berkelanjutan meliputi konservasi dan restorasi terutama di lahan gambut, menyempurnakan sistem informasi soal lahan dengan satu peta yang lengkap serta melaksanakan sistem manajemen api nasional dari aspek pemadaman dini hingga pencegahan.
"Hal-hal tersebut siap kita komunikasikan dengan pemerintah," kata dia.
Bank Dunia belum mengalokasikan dana secara resmi untuk membantu pemerintah Indonesia melakukan restorasi maupun mencegah kebakaran hutan. Dia mengatakan kemungkinan tersebut terbuka setelah melakukan koordinasi. Dana asing, termasuk Bank Dunia, sebetulnya besar dan siap membantu program restorasi pelestarian lingkungan dunia. Namun dana tersebut harus dijamin tidak mengalir sia-sia. Pemerintah Indonesia harus terlebih dahulu menunjukkan bukti nyata sanggup mencegah kebakaran hutan dan lahan.
Begitu pun dengan pengelolaan perkebunan sawit. Pemerintah harus dapat membuktikan pengelolaannya berkelanjutan sehingga tidak lagi menyulut kebakaran ketika kemarau. Spesaialis Manajemen Risiko Kebencanaan Bank Dunia Iwan Gunawan menyebut, pemerintah harus dapat memastikan pembatasan areal perkebunan sawit, baik itu yang dikelola oleh perusahaan maupun rakyat agar tidak di atas lahan yang mudah terbakar.