REPUBLIKA.CO.ID, Batara Kala dikenal sebagai raksasa jahat yang selalu membunuh manusia, terutama anak-anak. Pada suatu hari, ia secara diam-diam terbang ke surga dan mencuri Tirta Amertasari atau air abadi. Peminumnya akan hidup selamanya.
Perbuatan Batara Kala ini diketahui oleh Batara Surya (Dewa Matahari) dan Batara Candra (Dewa Bulan). Mereka pun melaporkan perbuatan raksasa ini ke Batara Guru, pemimpin para dewa.
Tirta Amertasari belum sampai tertelan oleh Batara Kala, tiba-tiba datang Batara Wisnu (Dewa Pemelihara Alam/Pelindung) yang diutus Batara Guru dan langsung menebas batang leher Batara Kala. Tubuh Batara Kala jatuh ke bumi, sementara kepalanya tetap melayang di angkasa.
Batara Kala sangat dendam pada Batara Surya dan Batara Candra. Ia selalu mengejar dan mencoba menelan kedua dewa itu setiap ada kesempatan.
Cerita Batara Kala adalah mitos gerhana dalam pewayangan Jawa. Cerita ini pula yang diangkat PT Pos Indonesia (Persero) ke atas prangko menyambut gerhana matahari total yang diperkirakan terjadi pada 9 Maret 2016.
Direktur Retail dan Properti PT Pos Indonesia GNP Sugiarta Yasa mengatakan, mitos ini menjadi sarana edukasi bagi masyarakat terkait tata kehidupan sejak dulu. “Peristiwa gerhana matahari total berdampak pada tata kehidupan di masyarakat yang sangat unik, di mana berbagai makhluk merespons dengan berbagai kegiatan. Matahari sumber energi patut kita syukuri,” ujarnya dalam Peluncuran Prangko Seri Gerhana Matahari Total 2016 di Observatorium Bosscha, Sabtu (27/2).
Pos Indonesia sudah sering menerbitkan prangko tematik sesuai dengan momen yang terjadi pada saat itu. Menurutnya, gerhana matahari total merupakan peristiwa langka yang harus diabadikan.
Saat ini, prangko bukan hanya sebagai alat pembayaran pengiriman pos. Prangko juga menjadi media dokumentasi dan koleksi.
Prangko seri ini dicetak oleh Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) sebanyak 300 ribu set dengan harga Rp 9.000 atau Rp 3.000 per keping. Desain prangko dilakukan menggandeng desainer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan dipersiapkan selama tiga bulan.
Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara mengapresiasi peluncuran seri prangko bertema gerhana matahari dengan desain hikayat asli Indonesia. Pasalnya, prangko juga memiliki nilai seni yang harus identik dengan bangsa itu sendiri.
Triyadi Guntur yang mendesain prangko mengatakan, ilustrasinya merupakan karya seni yang menggabungkan dengan cerita rakyat. Guntur terinspirasi dari pendekatan mitologi yang berkembang. “Mitologi itu sesuatu punya pembeda yang sangat kuat di tiap negara terhadap peristiwa gerhana matahari total sendiri,” katanya.
Dalam mitos, Batara Kala marah dan memakan matahari. Oleh masyarakat, Bataraa Kala dibuat geli dan akhirnya memuntahkan kembali matahari yang ditelannya.
Ada tiga gambar dalam satu set prangko yang merupakan rangkaian saat matahari akan dimakan, ditelan, dan dimuntahkan kembali. Di bawahnya, terdapat beberapa titik di Indonesia yang dilalui gerhana itu sendiri.