REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyayangkan keputusan Jaksa Agung M. Prasetyo yang mengesampingkan (deponering) kasus mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan mantan wakil ketua KPK Bambang Widjojanto.
"Dari perspektif penyidik, buat apa kita proses, kalau tidak sampai ke pengadilan? Karena disitulah (pengadilan) hakikat hukum itu akan bisa diwujudkan. Kalau sampai di penyidik saja, masih ada tanda tanya, apakah orang ini bersalah atau tidak. Begitu juga kalau cuma sampai di kejaksaan. Kalau sampai di pengadilan, nah itu. Karena di pengadilan ada ruang untuk bisa memperdebatkan dia bersalah atau tidak," kata Kapolri, di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/3).
Pihaknya pun mendesak Jaksa Agung untuk menjelaskan alasan pengesampingan perkara (deponering) AS dan BW. "Jaksa Agung punya hak (mendeponering) kalau menyangkut kepentingan umum. Nah untuk kepentingan umum apa? Itu yang harus dijelaskan kepada publik supaya tidak simpang- siur," katanya.
Pasalnya menurut Kapolri, dalam kasus AS dan BW, kejaksaan sudah menyatakan lengkap atau P21 yang artinya memang ada unsur pidana dalam kasus tersebut. "JPU (jaksa penuntut umum) menyatakan lengkap artinya JPU sependapat dengan Polri bahwa ada pidana, ada pelaku," ujarnya.
Kapolri menambahkan kasus tersebut semestinya dilanjutkan ke pengadilan karena sudah P21. "Kalau tidak sampai pengadilan, kepastian hukum pun tidak terpenuhi, keadilan juga belum tercapai," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Agung M Prasetyo mengambil keputusan untuk mengesampingkan dua perkara yang melibatkan dua mantan ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Jaksa Agung menilai atas fakta dan pemikirannya menggunakan hak prerogatif diberikan undang-undang oleh Undang-Undang Pasal 35 huruf c Tentang Kejaksaan RI untuk mengambil keputusan mengesampingkan perkara atas nama AS dan BW. Prasetyo mengatakan, mengkesampingkan kasus (deponering) dilakukan semata-mata demi kepentingan umum.