REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) menjadi mediator dua kubu yang bertikai di internal Partai Persatuan Pembangunan. Pertemuan digelar dalam sebuah pembicaraan informal di Hotel Sahid Jakarta, Sabtu (5/3) malam.
Ketua Umum PP Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Usamah Hisyam menyampaikan dalam pertemuan itu bahwa kedua kubu menandatangani surat usulan kesepakatan yang isinya antara lain mengenai pembentukan Majelis Islah dan penyelenggaraan Muktamar VIII.
"Pada Sabtu tanggal 5 Maret 2016 pukul 23.00 WIB, telah dilaksanakan pertemuan informal kepengurusan PPP Muktamar Bandung yang menghasilkan enam poin usulan kesepakatan," ujar Usamah melalui pesan singkat di Jakarta, Ahad (6/3) dini hari.
Keenam poin usulan itu, sebagaimana tertulis dalam lembar surat kesepakatan yang dikirimkan Usamah melalui media foto telepon genggamnya, antara lain menyepakati terselenggara islah demi eksistensi PPP dan kemaslahatan ummat. Lalu, menyepakati menerima SK Menkumham Muktamar VII Bandung sebagai dasar hukum penyelenggaraan Muktamar VIII PPP.
Kemudian, menyepakati untuk melakukan komunikasi intensif dengan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum DPP PPP, dan menyepakati terselenggara rapat-rapat harian Pengurus Harian DPP PPP. Usulan itu juga perlu menyepakati pembentukan panitia Muktamar VIII PPP (OC & SC), dan terakhir menyepakati mengakomodasi seluruh pihak di dalam kepanitiaan Muktamar VIII PPP.
Surat usulan kesepakatan itu ditandatangani Fernita Darwis yang mewakili kubu Djan Faridz (Muktamar Jakarta), Reni Marlinawati sebagai perwakilan kubu Romahurmuziy (Muktamar Surabaya), dan Usamah Hisyam selaku mediator sekaligus saksi.
Sejumlah kader PPP yang hadir dalam pertemuan itu, antara lain Emron Pangkapi, Rahman Yacob, Donie Tokan, M Soleh Amin, Hasan Husaeri, Rusli Effendi, D Hamid, Syahrial A, Ahmad Bay Lubis, Chaidir, Tamam Achda, Djafar A, dan Arwani Thomafi.
Sebelumnya pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM memutuskan "menghidupkan" kembali kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung dengan masa bakti enam bulan, untuk merumuskan proses islah di dalam internal PPP.