REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan seluruh jajaran terkait terus mengupayakan agar tidak ada lagi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berangkat ke Timur Tengah (Timteng) sebagai pekerja rumah tangga (PRT). Sejak diumumkan penutupannya melalui Keputusan Menteri Nomor 260/2015 pada 4 Mei 2015, sebanyak 19 negara Timteng telah resmi tertutup bagi pengiriman PRT.
Staf Khusus Menaker Dita Sari menyatakan, meski sudah ada aturan pelarangan, namun masih saja terjadi pengiriman secara ilegal. Menurut dia, dengan berkedok TKI bekerja di perusahaan, biasanya perusahaan jasa TKI mencoba menyiasati aturan tersebut.
"Banyak TKI diberi visa sebagai woman cleaner, di job order tertulis akan bekerja di perusahaan. Namun sampai di Timur Tengah, malah dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga," kata Dita dalam siaran, kemarin.
Dita menyatakan, Kemenaker menyesalkan sejumlah Kedutaan Timteng yang masih saja mengeluarkan visa house maid untuk majikan perorangan. Hanya, ia mengungkap, nama TKI yang berangkat dan perusahaan pengerahnya sudah dipegangnya.
"Ada sekitar 57 PPTKIS (pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta) yang nama-nama TKI nya telah terdaftar di sistem komputerisasi TKLN milik BNP2TKI. Mayoritas berdomisili Jakarta. TKI nya saat ini ada di penampungan milik PPTKIS menunggu diberangkatkan. Ada sekitar 3.000 TKI," tutur Dita.
Kemenaker, lanjut Dita, akan bertindak secara adil terhadap masalah itu, dengan mengedepankan kepentingan TKI dan memberi sanksi tegas kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran. Meskipun saat ini sistem online sudah dikunci untuk tenaga kerja perempuan ke Timteng, namun pihaknya yakin masih saja ada yang lolos.
"Apalagi visanya diobral begitu. Keberangkatan terbanyak dari Soekarno-Hatta di Cengkareng, juga dari Bandara Juanda di Surabaya," kata Dita. Kendati begitu, pihaknya meminta calon TKI agar bersabar mengikuti langkah yang dikerjakan Kemenaker untuk menuntaskan masalah itu.