Senin 14 Mar 2016 12:35 WIB

Pemerintah Usulkan Tujuh Poin Revisi UU ITE

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan Wagub Jabar Deddy Mizwar diwawancara wartawan usai Rapat Kordinasi Penyiaran oleh Komisi Penyiaran Indonesia, di Kota Bandung, Kamis (25/2).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan Wagub Jabar Deddy Mizwar diwawancara wartawan usai Rapat Kordinasi Penyiaran oleh Komisi Penyiaran Indonesia, di Kota Bandung, Kamis (25/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika, mengusulkan tujuh poin dalam revisi Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tujuh poin itu akan dibahas bersama pemerintah dan DPR.

"Menghapus tata cara intersepsi melalui peraturan pemerintah karena Putusan MK menyebutkan harus diatur dalam Undang-Undang," kata Menkominfo Rudiantara di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin (14/3).

Hal itu dikatakannya dalam Rapat Kerja Komisi I DPR dengan Kemenkominfo dan Kemenkumham, di Gedung Nusantara II, Jakarta. Dia menjelaskan, Pasal 31 ayat 4 UU ITE menyebutkan tata cara intersepsi akan diatur dalam Peraturan Pemerintah namun Putusan MK menyebutkan harus diatur melalui UU.

Poin ke dua menurut dia, menurunkan hukuman tindak pidana pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Penurunan hukuman itu ujar dia, dari paling lama enam tahun penjara atau denda paling banyak Rp 1 miliar, diubah menjadi empat tahun penjara atau denda senilai Rp 700 juta.

"Poin ke tiga, penjelasan dalam Pasal 27 UU ITE harus mengacu pada pasal 310 dan 311 KUHP, sehingga kategori pencemaran nama baik terukur," ujarnya.

Dia mengatakan poin ke empat, pemerintah mengusulkan tindak pidana penghinaan melalui ITE adalah delik aduan sehingga korban yang mengadukan. Poin ke lima menurut dia, mengubah ketentuan penggeledahan sesuai dengan hukum acara pidana.

"Poin ke enam, mengubah ketentuan penangkapan dan penahanan sesuai hukum acara pidana. Kami nilai poin ke lima dan ke enam bisa mengefisiensi prosesnya," katanya.

Rudiantara menjelaskan, pemerintah menginginkan adanya tambahan kewenangan penyidik Pegawai Negeri Sipil bisa meminta para penyelenggara konten elektronik, sehingga hak masyarakat terlindungi. Selain itu dia mengakui keberadaan UU ITE banyak pro dan kontra misalnya banyak dilakukan uji materi UU tersebut misalnya Pasal 27 ayat 3 yang mengatur perbuatan pidana.

"Pemohon menilai Pasal 27 itu bertentangan dengan UUD 1945 meskipun MK menolak namun majelis melarang pendistribusian pencemaran nama baik adalah delik aduan," katanya. Dia juga mengakui ada suara masyarakat yang menilai Pasal 27 ayat 3 bisa membelenggu kebebasan berekspresi di dunia maya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement