Rabu 23 Mar 2016 13:20 WIB

Satu Toko Modern Berpotensi Matikan 10 Toko Tradisional

Rep: christiyaningsih/ Red: Ani Nursalikah
deretan toko modern
Foto: antarafoto
deretan toko modern

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kajian yang dilakukan organisasi Pemuda Demokrat pada 2015 mengungkap keberadaan toko modern di Kota Malang berpotensi mematikan toko tradisional. Ketua Pemuda Demokrat Soetopo Dewangga mengatakan satu toko modern berpotensi mematikan lima sampai 10 toko tradisional.

Kajian yang dilakukan pada Januari sampai Mei 2015 itu mengkaji keberadaan toko modern dari tiga aspek. "Selain aspek hukum kami juga mengkaji aspek ekonomi dan sosial budaya," ujar Sutopo pada Rabu (23/3) kepada Republika.co.id.

Toko modern berbasis waralaba dituding melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999. UU itu menyebut larangan monopoli dalam praktik perdagangan. Namun pada kenyataannya toko modern berbasis waralaba memposisikan diri menjadi penjual serba ada. Mereka tidak hanya menjual barang kebutuhan sehari-hari, namun merambah hingga pulsa dan tiket angkutan umum.

Meski keberadaan toko modern mampu menyerap tenaga kerja, namun jumlahnya tak sebanding dengan jumlah usaha rakyat yang kalah saing. Pemerintah sudah seharusnya berpihak pada ekonomi kerakyatan.

Matinya toko-toko tradisional menimbulkan efek berantai. Sutopo menjelaskan satu toko tradisional berafiliasi dengan lima hingga 10 UKM. Makin banyak toko tradisional yang mendekati ajal, makin tergerus pula usaha-usaha rakyat.

"Jika kita belanja di toko modern uang hasil transaksi menjadi milik perusahaan, sedangkan jika di toko tradisional uang berputar untuk rakyat," ujarnya dengan tegas.

Munculnya toko-toko modern di Kota Malang memang seolah tak terbendung. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, jumlah penduduk pada 2013 mencapai 836.373 jiwa.

Jumlah itu belum termasuk para mahasiswa pendatang yang menimba ilmu di Malang yang jumlahnya mencapai ribuan. Dengan pangsa pasar yang demikian besar, tak heran Kota Malang menjadi salah satu sasaran empuk pewaralaba.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement