Rabu 30 Mar 2016 08:21 WIB

Pimpinan KPK Akui Keganjilan UU Pemberantasan Tipikor

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (ketujuh kiri) dan pimpinan KPK lainnya berfoto bersama Wakil Ketua Komisi III DPR RI Benny K Harman (keenam kiri) beserta rombongan saat mengujungi Gedung Baru KPK di Jakarta, Senin (22/2).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (ketujuh kiri) dan pimpinan KPK lainnya berfoto bersama Wakil Ketua Komisi III DPR RI Benny K Harman (keenam kiri) beserta rombongan saat mengujungi Gedung Baru KPK di Jakarta, Senin (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan KPK mengakui keganjilan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) No 39 tahun 1999 dan perubahannya dalam No 20 tahun 2002 secara khusus pasal 2 dan pasal 3.

"Pasal 2 untuk perbuatan melawan hukum ancaman pidananya minimal 4 tahun sedangkan pasal 3 untuk perbuatan menyalahgunakan kewenangan malah ancaman pidananya minimal satu tahun," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam diskusi di gedung KPK Jakarta, Selasa (29/3).

"Padahal seharusnya penyalahgunaan kewenangan harus lebih tinggi dari pada melawan hukum, jadi agak membingungkan kenapa pembuatnya begitu. Dalam praktik saya sebagai hakim pertimbangannya menjadi sangat subjektif."

Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor mengatur 'Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 (tahun) dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.'

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement