REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guerend, tengah melangsungkan kunjungan dua hari di provinsi Aceh. Kunjungan ini bertujuan untuk melihat secara langsung dan memperoleh informasi mengenai perkembangan terakhir di provinsi tersebut, termasuk pembangunan perekonomian, tata kelola pemerintahan dan perlindungan lingkungan.
Kunjungan ke Aceh ini merupakan yang pertama untuk Duta Besar Guerend sejak dia ditugaskan di Indonesia pada bulan September 2015. Dubes dijadwalkan untuk bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan di pemerintahan daerah, perwakilan rakyat daerah dan masyarakat sipil. Dia akan mengadakan pertemuan pula dengan Gubernur Aceh Bapak Zaini Abdullah, Wali Nanggroe Aceh Bapak Malik Mahmud dan Walikota Banda Aceh ibu Liliza Sa'adudin Djamal.
Uni Eropa telah lama menjalin hubungan dengan Aceh, dari pemberian dana rekonstruksi pasca tsunami dan dukungan bagi proses perdamaian Aceh, hingga bantuan untuk perlindungan dan pelestarian hutan. "Uni Eropa tetap melanjutkan kerjasama dengan Aceh, khususnya dalam mendukung upaya mitigasi perubahan iklim dan pembangunan ekonomi secara berkesinambungan. Termasuk dalam upaya ini adalah mengkaji keberhasilan apa dari wilayah lain di Sumatera yang dapat diterapkan di Aceh", kata Duta Besar Uni Eropa Guerend lewat siaran pers ke Republika.co.id.
Dalam kunjungan ini, Duta Besar Guerend akan mengumumkan pula proyek bantuan Uni Eropa yang baru yaitu 'Support to Indonesia's Climate Change Response" ('Dukungan untuk Tanggapan Indonesia terhadap Perubahan Iklim', senilai 6,5 juta euro atau 96,5 milyar rupiah untuk periode 2016-2019).
Terkait dengan Aceh, proyek ini dirancang untuk mendukung upaya menyesuaiakan berbagai inisiatif provinsi ini agar dapat sejalan dengan strategi REDD+ Indonesia yang berupaya untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, serta untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan Aceh untuk menerapkan keputusan pemanfaatan lahan dengan baik. Hal ini akan mendukung pula upaya-upaya nasional dalam mitigasi perubahan iklim melalui perencanaan dan penerapan pembangunan rendah karbon.
Uni Eropa disebut tertarik untuk mendukung Aceh karena provinsi ini unik dengan sumber daya hutan yang masih berfungsi dengan baik, utuh dan luas sehingga dapat menjadi standar bagi Indonesia dan seluruh dunia dalam hal ini mitigasi perubahan iklim dalam sektor pemanfaatan lahan dan kehutanan.