REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) muktamar Jakarta, Djan Faridz membantah diundang dalam muktamar VIII PPP yang diselenggarakan oleh kubu Muhammad Romahurmuziy (Romy).
Padahal, dalam pernyataan sebelumnya, Wakil Ketua Umum PPP hasil muktamar Bandung, Emron Pangkpi menyatakan terbuka untuk menerima keikutsertaan kubu Djan Faridz dalam muktamar 8-11 April nanti. Tak hanya itu, Emron pun mengatakan, dia akan dimintakan persetujuan perubahan syarat pencalonan ketua Umum PPP agar dapat mengakomodir Djan Faridz.
“Sampai hari ini kami tidak pernah menerima undangan untuk hadir di pertemuan yang mereka namakan muktamar di Asrama Haji Pondok Gedhe,” ujar Djan di Jakarta, Ahad (3/4). (Baca: PPP Berencana Gelar Muktamar Islah 8 April).
Djan Faridz menambahkan, kalaupun dalam muktamar PPP yang diinisiasi oleh kubu Romi tersebut mengundangnya, dia tidak akan menghadiri muktamar tersebut. Menurut dia, pertemuan yang dilakukan di asrama haji tersebut melawan hukum. Karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah mengesahkan kepengurusan hasil muktamar VIII PPP di Jakarta.
“Saya tidak akan datang karena kegiatan itu bersifat ilegal,” tegas dia.
Mantan Menteri Perumahan Rakyat ini menambahkan, tindakan tidak akan menghadiri muktamar PPP seharusnya juga dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Sebab, kalau Presiden Jokowi taat hukum, pasti mengerti apa yang digelar dalam pertemuan yang disebut muktamar VIII oleh kubu Romi ini sebagai perbuatan melawan hukum yang sudah inkrah melalui putusan MA.
“Saya tidak perlu menghimbau, meminta apalagi melarang, beliau (Jokowi) tahun mana yang benar dan mana yang salah,” kata Djan.