Senin 04 Apr 2016 06:42 WIB

Indonesia akan Tandatangani Perjanjian Iklim Paris

Red: Nur Aini
Seorang pria berjalan di tengah ribuan pasang sepatu sebagai bentuk protes perubahan iklim di Paris, Prancis, Ahad, 29 November 2015.
Foto: AP Photo/Laurent Cipriani
Seorang pria berjalan di tengah ribuan pasang sepatu sebagai bentuk protes perubahan iklim di Paris, Prancis, Ahad, 29 November 2015.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Indonesia akan menandatangani Perjanjian Iklim Paris (Paris Agreement) di New York, Amerika Serikat, pada 22 April 2016, bertepatan dengan peringatan Hari Bumi.

"Yang di New York, sudah ada keputusan politik, akan signing," kata Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nur Masripatin di Jakarta, Ahad (3/4).

Sejauh ini, dia mengatakan komitmen berbagai negara untuk menandatangani Perjanjian Iklim Paris yang sepakat menahan peningkatan suhu bumi kurang dari dua derajat celsius di New York cukup baik. Berita terbaru menyebutkan Amerika Serikat dan Cina akan menandatangani perjanjian yang dihasilkan di Konferensi Tingkat Tinggi tentang Perubahan Iklim (Conference of Parties/COP) 21 Paris.

Pernyataan politis, menurut dia, telah dikeluarkan para kepala negara dan pemerintahan berbagai negara di Paris, dan sejauh ini mereka tetap berkomitmen untuk menandatangani Perjanjian Iklim Paris di New York. "Bahkan Amerika Serikat dan Tiongkok akan signing dan mempercepat ratifikasi," ujarnya.

Sebelumnya Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi KLHK Bambang Supriyanto mengatakan Pemerintah Indonesia sedang mematangkan dokumen Niat Kontribusi Nasional (Nationally Determined Contributions/NDC) penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2020-2030 sesuai dengan komitmen yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada COP 21 Paris.

"Sekarang INDC (Intended Nationally Determined Contributions) harus diubah menjadi NDC. Tenggat waktu sebenarnya tanggal 22 April 2016, tapi hasil rapat dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia meratifikasi Paris Climate Agreement tidak dengan `cek kosong', tapi harus dilampiri dengan paling tidak konsep apa yang akan diperbuat untuk mencapai target-target tertentu," katanya.

Karena itu yang sedang dipersiapkan untuk 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat, nanti ia mengatakan adalah draft ratifikasi undang-undang, diisi dengan draft akademik dengan mencantumkan draft NDC. Sedangkan NDC ditargetkan benar-benar akan selesai dan siap diserahkan ke United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di minggu kedua November 2016.

Jika proses administratif ratifikasi Perjanjian Iklim Paris ditargetkan dapat selesai di minggu kedua November 2016, maka menurut Bambang, proses politis di dalam negeri diharapkan dapat selesai dalam enam bulan ke depan. "Proses politis ini jangan hanya di Jakarta tapi harus juga dilaksanakan di daerah, dan itu akan dilakukan dalam enam bulan ke depan".

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement