REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pascaditangkap dan diperiksa oleh Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) Polri, Siyono (34 tahun) malah meninggal dunia.
Warga Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah itu meninggal dunia lantaran diduga kuat dianiaya oleh oknum personel Densus 88 Antiteroris.
Sejumlah lembaga, antara lain PP Muhamadiyah, Komnas HAM, LSM Kontras, dan Pusham UII, akhirnya melakukan advokasi terhadap kasus Siyono tersebut.
Selain itu, tim advokasi itu juga melakukan autopsi independen atas jenazah Siyono. Hasilnya, sejumlah temuan hasil autopsi berbeda dengan hasil autopsi, yang sebelumnya telah dilakukan oleh pihak Kepolisian.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (Undip), Nyoman Serikat Putra Jaya, menilai dalam kasus Siyono tersebut ada indikasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Pelanggaran tersebut pun sifatnya dalam arti yang umum. Aparat keamanan, lanjut Nyoman, tetap memiliki potensi untuk melakukan pelanggaran HAM dalam melakukan tugasnya.
''Artinya itu kan ada sesuatu yang sampai menyebabkan ada yang meninggal, kan ada pelanggaran HAM, dalam arti menghilangkan nyawa orang lain,'' ujarnya dihubungi Republika.co.id, Selasa (12/4).
Nyoman menambahkan, para pelaku pun bisa dibawa ke proses hukum lebih lanjut, yaitu ke hukum pidana dan di pengadilan umum.
Lebih lanjut, Nyoman menjelaskan, tetap terbuka kemungkinan kasus penganiyaan terhadap Siyono ini termasuk pelanggaran HAM berat, namun harus ada penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Tidak hanya itu, Nyoman mengungkapkan, jika nantinya kasus ini dibawa ke proses hukum, maka pasal yang digunakan adalah 351 ayat 3 KUHP atau ayat 353 ayat 3 KUHP, yang mengatur tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.
''Kalau pelanggaran Ham Asasi Manusia yang umum, saya berpendirian itu bisa dituntut ke pengadilan pidana biasa, yang diterapkan ya KUHP,'' katanya.
Namun, Nyoman mengingatkan, segala proses hukum ini harus didahului oleh sejumlah prosedur, termasuk dengan sidang kode etik yang dilakukan oleh kepolisian.
''Kan ada kode etik dari Kepolisian, apakah sudah sesuai prosedur atau tidak. Nah, jika itu sudah dilakukan, kemudian ada pelanggaran pidananya, ya silahkan diproses secara hukum,'' jelasnya.