Kamis 14 Apr 2016 17:02 WIB

‎Kasus Siyono Jadi Ujian Kejujuran Polri dan BNPT

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bayu Hermawan
Komisioner Komisi Nasional HAM, Siane Indriyani menunjukan uang diberikan Densus 88 untuk keluarga Siyono saat rilis hasil autopsi kematian Siyono di Komnas HAM
Foto: Republika/Meta
Komisioner Komisi Nasional HAM, Siane Indriyani menunjukan uang diberikan Densus 88 untuk keluarga Siyono saat rilis hasil autopsi kematian Siyono di Komnas HAM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil autopsi terhadap jenazah terduga teroris Siyono, semakin menguatkan dugaan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh tim Densus 88 antiteror.

Hasil ini dinilai melahirkan kontraksi dari pihak Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Beragam pernyataan yang muncul tampak tidak seragam.

"Intinya bersikukuh bahwa aparat Densus 88 tidak melakukan tindak kriminal terhadap Siyono," ujar pengamat terorisme dan Direktur The Community of ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, Kamis (14/4).

Beragam pernyataan muncul mulai dari Densus 88 yang mungkin hanya menyalahi kode etik, bahkan rencana akan digelar sidang kode etik secara terbuka.

Di sisi lain, kata dia, justru yang paling krusial adalah penolakan terhadap hasil autopsi. Notabene autopsi itu dilakukan oleh para dokter forensik senior dan profesional dengan disaksikan seorang dokter forensik dari pihak Polri.

"Publik menyaksikan hari ini kejujuran, transparansi, obyektifitas, akuntanbilitas Polri dan BNPT dari kasus Siyono betul-betul diuji pada titik yang sangat kritis," katanya.

Publik sudah lama memendam beragam pertanyaan terkait proyek pemerintah di sektor keamanan yang bernama kontraterorisme dan kontraradikalisme.

Kasus Siyono menjadi momentum bagi publik untuk sedikit melihat tentang apa yang sesungguhnya terjadi.  Siyono merupakan warga Desa Pogung, Klaten, Jawa Tengah yang diduga sebagai teroris.

Ia tewas dalam pemeriksaan Densus 88, Jumat (11/3). Siyono sendiri ditangkap pada Rabu (9/11). Kejanggalan kematian Siyono membuat keluarga memutuskan untuk melakukan autopsi ulang. Keluarga pun meminta bantuan Komnas HAM dan PP Muhammadiyah untuk melakukannya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement