Rabu 27 Apr 2016 08:17 WIB

Wujudkan Kota tanpa Permukiman Kumuh

Rep: Dyah ratna meta novia/ Red: Winda Destiana Putri
Pemukiman kumuh warga miskin
Foto: Pandega/Republika
Pemukiman kumuh warga miskin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Junus Satrio Atmodjo mengatakan, revitalisasi atau penataan kawasan di suatu perkotaan biasanya terjadi pada kawasan yang mengalami penurunan kualitas fisik dan non fisik yang disebabkan penurunan produktivitas ekonomi, degradasi lingkungan, kerusakan kawasan cagar budaya.

Banyak kota besar di Indonesia melakukan penataan kota untuk mewujudkan peningkatan akses penduduk terhadap lingkungan pemukiman yang berkualitas. Selain itu juga untuk mewujudkan kota tanpa pemukiman kumuh sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.

"Penataan kota juga ditujukan untuk menghindari bencana seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, dan erupsi gunung.  Persoalannya, apakah revitalisasi itu meningkatkan atau justru menurunkan kualitas yang ada di kawasan tersebut, khususnya dalam penanganan kawasan cagar budaya yang ada di tempat tersebut," katanya, Selasa, (26/4).

Seperti contohnya, dalam kasus revitalisasi kawasan Luar Batang dan Pasar Ikan di Jakarta. Hal yang perlu dicermati ada atau tidak kehadiran arkeolog yang berurusan dengan kawasan cagar budaya, antropolog yang berurusan pada sosial budaya setempat, arsitek yang berurusan dengan rencana pembangunnya, dan sejarawan terkait sejarah perkembangan kota. 

Bila ternyata mereka tidak hadir, maka masalah ini akan mudah dipolitisir. Kawasan Luar Batang dan Pasar Ikan hanya contoh kecil dari keberadaan kawasan cagar budaya di perkotaan yang terkena dampak revitalisasi perkotaan.

Seandainya keempat profesi yang masing-masing memiliki organisasi bersatu menjadi kekuatan pelestari dan memberi masukan yang konstruktif, maka dapat membantu tercapainya pengertian bagaimana seharusnya melaksanakan penataan kawasan yang mempunyai predikat sebagai kawasan cagar budaya maupun etnografis tersebut.

Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid menambahkan, asosiasi profesi memiliki  peran yang aktif terutama pemahaman dan kesadaran masyarakat.

"Langkah awal yang paling dasar adalah terlibat penuh."

Pemahaman kita saat membangun kota, bukan hanya  berhadapan dengan upaya menjaga warisan budaya. Namun juga berhadapan dengan pilihan kebijakan mau dibangun seperti apa.

Diharapkan, ujar dia, diskusi Peran Organisasi Profesi dalam Pelestarian Kawasan  Cagar Budaya Perkotaan dapat memberi kontribusi yang lebih konkret dan prakatikal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement