REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Seorang warga Blok E, Rumah Susun Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, Suyanto merasa terintimidasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Pengakuan Suyanto, pengelola rusun Kapuk Muara tiba-tiba menggembok paksa sejumlah unit kamar yang ditinggali etnis Tionghoa saat sedang bekerja pada Rabu (7/4) lalu.
"Kemudian tanggal 16 April dan 17 April, dipaksa warga mengosongkan unit," kata Suyanto yang telah tinggal di sini sejak sembilan tahun lalu di Rusun Kapuk Muara, Jakarta, Kamis (29/4).
Pada 20 April, Suyanto menjelaskan, sejumlah aparat gabungan tiba di rusun Kapuk Muara. Aparat gabungan yang berjumlah ratusan personil dari TNI, Polri, Satpol PP dan dinas terkait memaksa sebagian warga Tionghoa mengungsi. Dia memperkirakan jumlahnya sekitar sepuluh petugas. Menurut dia, terdapat ratusan warga yang terancam diusir dari rusun tersebut.
"Tanpa ada surat SOP atau surat pengosongan," kata dia. Menurut dia, para petugas tak membawa surat perintah pengosongan. Sebagai warga Tianghoa, dia mengaku merasa diintimidasi aparat penegak hukum. "Hanya langsung pengosongan. Jadi kami sebagai warga rusun Kampung Kapuk Muara meminta keadilan untuk melindungi hukum," kata dia.
Dia mengaku berstatus warga negara Indonesia (WNI). Suyanto memiliki KTP, Kartu Keluarga, serta Surat Kontrak Hunian dari pengelola sehingga dia mengklaim keberadaannya legal.
Pada Kamis (21/4) pekan lalu, perwakilan warga Tionghoa menyambangi DPRD DKI. Menurut dia, kedatangan mereka untuk meminta perlindungan tentang pengosongan unit. "Mereka mengatakan akan memfasilitasi kami untuk berdialog dengan pengelola rusun Muara Kapuk."
Dia mengharapkan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dapat memulihkan hak warga Tionghoa di rusun Kapuk Muara. Suyanto menjelaskan, misalkan diusir dari Rusun Kapuk Muara, dia tidak akan tahu kemana lagi akan pindah."Orang yang di pinggir kali diusir suruh ke rusun. Nah kalau yang di rusun diusir mau kemana?" Kata dia.