REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Jumlah pengangguran terbuka di Sumatera Utara pada posisi Februari 2016 bertambah 7.000 orang dari periode sama tahun 2015 atau mencapai 428.000 orang.
"Pengangguran itu terlihat dari jumlah angkatan kerja yang sebanyak 6.594.000 orang sementara yang bekerja hanya 6.166 orang," kata Kepala Badan Pusat Statistisk (BPS) Sumut, Wien Kusdiatmono di Medan, Rabu (4/5).
Pada Februari 2015, jumlah yang bekerja sudah 6.171.000 orang sementara di periode sama 2016 tinggal 6.166.000 orang.
Peningkatan pengangguran itu tentunya memang disayangkan tetapi tidak bisa dielakkan karena sebagai dampak pengaruh krisis global dimana mengganggu industri menyusul daya beli masyarakat secara global juga menurun yang akhirnya juga memicu harga jual yang melemah.
Padahal, kata dia, kalau tidak ada krisis global, kemungkinan pengangguran bisa ditekan mengingat jumlah angkatan kerja dari Februari 2015 ke Februari 2016 tidak mengalami kenaikan yang signifikan.
Pada Februari 2015, angkatan kerja 6.593.000 sementara di periode sama 2016 hanya 6.594.000 orang.
Dia mengakui, hingga tahun ini, sektor terbesar menyerap pekerja masih pertanian sebesar 40,51 persen, disusul pengangkutan, rumah makan dan akomodasi 20,50 persen, jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan 16,81 persen.
Sedangkan sektor listrik, gas dan air minum hanya 0,28 persen. "Pekerja Sumut sendiri tetap masih terbesar lulusan SD (sekolah dasar) 30,11 persen, diploma 2,9 persen dan sarjana 7,61 persen," katanya.
Pelaksana Tugas Gubernur Sumut, H T Erry Nuradi sebelumnya mengaku, Pemerintah Provinsi Sumut terus berupaya menekan terus angka pengangguran dari 6,53 persen di 2013. "Pada tahun 2018, angka pengangguran terbuka itu diharapkan hanya tinggal 5 persen,"katanya.
Namun diakui, sejak krisis global sulit menekan angka pengangguran . "Mudah-mudahan pertumbuhan ekonomi terus membaik sehingga angka pengangguran bisa ditekan seperti yang diharapkan," katanya.
Pembangunan infrastruktur yang semakin banyak di Sumut diharapkan menjadi salah satu meningkatkan kembali penyerapan tenaga kerja.
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Laksamana Adiyaksa, menyebutkan, pengurangan tenaga kerja tidak bisa dielakan karena pengusaha kesulitan. "Sudah syukur tidak terjadi PHK massal mengingat industri di Sumut kesulitan mengekspor dan memasarkan di dalam negeri karena permintaan menurun dan harga jual melemah," katanya.