REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setara Institute meragukan propaganda tentang kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mengaitkan dengan penayangan film, diskusi, penerbitan buku, dan lainnya.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan penyebaran stigma PKI terhadap beberapa kegiatan telah membangkitkan kebencian orang pada upaya-upaya persuasif, dialogis, dan solutif bagi pemenuhan hak-hak korban peristiwa 1965.
"Agak ganjil ketika TNI dan Polri merasa confirm PKI akan bangkit," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, semalam.
Padahal, kata Hendardi, TNI dan Polri memiliki intelijen yang bisa memberikan informasi akurat perihal fenomena di balik berbagai pembatasan dan persekusi atas kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berkumpul tiga bulan terakhir.
Dia mengklaim kalangan awam pun sebenarnya ragu akan propaganda kebangkitan PKI, mengingat konstruksi ketatanegaraan Indonesia yang semakin demokratis.
"Di sisi lain, PKI sebagai sebuah partai juga mustahil bisa berdiri di Indonesia," kata Hendardi. Sikap TNI dan Polri yang turut mereproduksi propaganda tersebut menunjukkan intelijen mereka tidak bekerja.
Baca juga, Jual Kaos PKI, Pemilik Toko di Blok M Diseret Polisi.
Hendardi mengatakan bisa jadi justru pihak TNI adalah bagian dari kelompok yang melakukan penolakan atas upaya masyarakat sipil mendorong pengungkapan kebenaran. Situasi ini jelas tidak produktif bagi praktik demokrasi dan pemajuan hak asasi manusia (HAM).
"Apalagi statement-statement Menhan RI misalnya, bukan malah menyejukkan tapi malah menyebarkan kebencian dan memperkuat segregasi sosial," ujarnya.
Menurut dia, publik perlu tahu bahwa korban dari propaganda itu bukan hanya korban 1965 tetapi kebebasan sipil warga.