Kamis 12 May 2016 21:28 WIB

Dampak Negatif Hukuman Kebiri Kimiawi

Rep: Wisnu Aji Prasetiyo/ Red: Andi Nur Aminah
Reza Indragiri Amriel
Foto: NET
Reza Indragiri Amriel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukuman kebiri kimiawi yang direncanakan oleh pemerintah masih menuai kontroversi. Hukuman kebiri kimiawi juga dinilai akan berdampak buruk di masa depan

Psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan hukuman kebiri kimiawi tidak akan membuat para pelaku jera. Menurut dia, ada kekeliruan asumsi yang melatari rencana tersebut. "Kejahatan seksual berarti perilaku seksual dipercaya niscaya dilatari motif seksual," kata Reza saat dihubungi, Kamis (12/5).

Faktanya, kata dia, dalam sangat banyak kasus kejahatan seksual terhadap anak, motif pelaku ialah dominansi dan kontrol. Di balik itu, Reza mengatakan ada amarah, dendam, kebencian yang berkobar-kobar.

"Nantinya malah lebih bahaya, anak-anak selaku target lunak, merupakan pihak yang paling mudah dijadikan sebagai sasaran pengganti pengekspresian sakit hati sang predator," ujar Reza.

Pelaku kejahatan seksual, dia mengatakan dikhawatirkan akan menggunakan cara-cara yang lebih brutal untuk melumpuhkan korbannya. Menurut dia, keterbangkitan seksual tidak sebatas karena faktor hormonal, tetapi juga masalah fantasi.

"Seperti seorang anak yang belum memasuki usia pubertas pun tetap bisa menunjukkan respons fisik pada alat vitalnya manakala terangsang secara seksual setelah membaca materi-materi pornografi," katanya.

Reza melanjutkan, hukuman kebiri kimiawi juga akan sangat merepotkan. Hal tersebut lantaran menggunakan metode suntik, predator juga harus diinjeksi secara berkala.

"Persoalannya, siapakah yang sudi jika sekian persen anggaran negara malah dialokasikan untuk merawat secara teratur para pelaku kejahatan seksual," tutur Reza.

Reza menambahkan, suntik hormonal dalam rangka mematikan nafsu seksual predator jangan dianggap akan bebas dari efek samping, baik fisik maupun psikis. Ketika efek samping itu muncul dan pelaku tersebut merasa perlu berobat, kata dia, secara prosedural ia akan mengunjungi puskesmas ataupun dokter umum di rumah sakit. Sumber pembiayaan pelaku berasal dari kartu Indonesia sehat (KIS).

"Apakah pemerintah rela membiarkan KIS-nya digunakan penjahat-penjahat seksual," kata Reza.

Reza pun menilai kebiri kimiawi tidak hanya tidak efektif jika ditujukan untuk menimbulkan efek jera. Namun, menurut dia, akan membahayakan sekaligus merugikan. Oleh karena itu, pemberatan hukuman, kata dia, sudah sepantasnya dijatuhkan kepada para pelaku. 

"Daripada menyuntik pelaku berulang kali sebatas untuk mematikan berahi, lebih baik berikan satu ampul injeksi yang membuat pelaku mati," ujarnya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement