REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Antinarkotika (Granat) meminta Kejaksaan Agung untuk tidak menunda-nunda pelaksanaan eksekusi hukuman mati bagi para bandar narkoba.

"Granat tetap konsisten bahwa hukuman mati itu bagi napi yang sudah 'inkracht' merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari criminal justice system yang harus dilakukan," kata Wakil Ketua Umum DPP Granat, Ashar Suryobroto di Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (28/5) malam.

Menurut dia, menunda eksekusi sama halnya melakukan pembiaran terhadap para terpidana mati kasus narkoba mengendalikan bisnis narkoba dari lembaga pemasyarakatan (lapas). Padahal, mereka melakukan pembunuhan terhadap anak-anak bangsa.

Dia mencontohkan terpidana mati Freddy Budiman yang telah berulang kali diketahui mengendalikan bisnis narkoba dari lapas. "Kami tidak percaya terhadap perubahan-perubahan sikap dia (Freddy Budiman, red.)," katanya.

Ia mengatakan, hukuman mati justru harus dilakukan dalam rangka mempertahankan peradaban dan di balik kematian para terpidana mati kasus narkoba itu terdapat kehidupan bagi jutaan generasi muda bangsa. "Jadi, Granat sama sekali menolak apabila PK (peninjauan kembali) yang diajukan Freddy Budiman diterima dan kami harapkan penegak hukum benar-benar punya komitmen moral yang tinggi," katanya.

Ashar mengharapkan masyarakat, khususnya penegak hukum tidak percaya terhadap perubahan penampilan karena hal itu sebenarnya hanyalah akal-akalan sindikat narkoba yang merupakan kejahatan yang sangat berbahaya. Oleh karena itu, eksekusi hukuman mati bagi para bandar narkoba harus segera dilakukan.

"Sekarang seluruh rakyat Indonesia menantikan agar dia (Freddy) masuk dalam eksekusi tahap ketiga dan masih banyak lagi karena Presiden sudah menolak grasi terhadap 64 terpidana mati kasus narkoba. Negara tidak boleh kalah," tegasnya.

Ikuti Whatsapp Channel Republika