REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra dan PDI Perjuangan tengah menjajaki kemungkinan berkoalisi dalam pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta. Pengamat politik dari Polmark Indonesia, Eep Saefullah Fatah, menilai koalisi PDIP-Gerindra bukan jaminan kemenangan meski kedua partai tersebut memiliki perolehan suara yang besar di Jakarta.
"Tidak ada hubungan serta-merta antara besaran koalisi dengan kemenangan," ujarnya kepada wartawan seusai mengisi materi dalam diskusi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Amanat Nasional (PAN), di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, Ahad (29/5).
Eep mengambil contoh, dalam Pilkada DKI Jakarta yang lalu, koalisi PDIP-Gerindra yang mengusung Jokowi-Ahok perhitungan suaranya hanya 17 persen. Sementara, lawan mereka yang seorang pejawat memiliki perhitungan suara 83 persen. Namun, faktanya, koalisi PDIP-Gerindra yang kecil justru keluar sebagai pemenang.
Dari pengalaman banyak pilkada, sambung Eep, faktor penentu kemenangan adalah seberapa atraktif profil kandidat yang diusung, bukan postur partai yang mengusung. "Kuncinya ada di kandidat," kata dia.
Karena itu, Eep mengatakan, pekerjaan rumah terbesar bagi PDIP dan Gerindra jika akan berkoalisi adalah memajukan kandidat yang dapat menjawab kebutuhan dan keinginan rakyat Jakarta. Lalu, siapa kandidat yang menurut Eep mampu menjadi lawan seimbang untuk melawan Ahok sang pejawat?
"Sampai sekarang saya masih melakukan riset. Yang jelas situasinya masih sangat cair," jawab Eep.