REPUBLIKA.CO.ID, Jihad menjadi kata yang sering kali disamakan dengan teror. Media-media barat kerap menyebut teroris sebagai 'jihadis.' Fenomena Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang memenggal kepala manusia kian mengukuhkan persepsi itu. Sejak serangan 9/11 hingga konflik Suriah, istilah jihad kian mengalami penyusutan makna.
Hanya, jihad memiliki makna berbeda bagi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) Muhammad Rudi. Dia mengartikan jihad sebagai bahasa membantu sesama. Rudi menjadi satu dari tiga relawan BSMI yang berangkat ke Suriah untuk mengirimkan bantuan logistik. Dia menjadi saksi perang saudara di Suriah yang berkobar sejak 2013 lalu.
Rudi berangkat bersama dokter dan perawat dari Jakarta pada Maret 2013. Mereka pergi melewati Istanbul, Hatay. kemudian gerbang Babulhawa menuju Kota Aleppo. Rudi menghabiskan dua pekan di Aleppo untuk membantu korban yang membutuhkan tenaga medis di Rumah Sakit Zabir. Ketika itu, BSMI bekerja sama dengan Aleppo City Medical Council (ACMC) untuk menyalurkan bantuan.
“Kami membawa 12 tas berisi alat operasi, obat-obatan anestesi, untuk luka terbuka dan peralatan ortopedi serta obat-obatan umum untuk pengungsian,” kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (8/6).
Ketika itu, Aleppo telah menjadi kota mati. Rudi harus melewati jalan pedesaan karena jalan utama hancur ditembaki tentara Suriah. Dentuman bom dan bisingnya tembakan jadi pemandangan sehari-hari Rudi dan kawan-kawan.
Situasi bertambah pelik saat warga sipil mulai mempersenjatai diri. Mereka khawatir diserang secara tiba-tiba. Bantuan pun diberikan secara diam-diam pada malam hari. Ketika itu, tentara dan Pemerintah Suriah melarang bantuan dari luar negeri.
“Jika ketahuan, kami akan dalam bahaya karena setelah masuk Suriah, kami tidak lagi dikawal oleh tentara Turki. Kami harus bisa menjaga diri dan dilarang berfoto-foto,” ujar dia.