Ahad 19 Jun 2016 13:37 WIB

Ribuan Hektare Tanaman Padi 'Gabug' Akibat Hujan Deras

Rep: Lilis Handayani/ Red: Bayu Hermawan
Gagal panen (ilustrasi)
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Gagal panen (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Ribuan hektare tanaman padi di Kabupaten Indramayu tak bisa dipanen akibat bulir padinya tak berisi atau gabug, yang disebabkan karena hujan deras dan angin yang menimpa tanaman padi di masa primordial.

Hal tersebut menimpa areal pertanian di 11 desa di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Dari total luas tanaman padi di Kecamatan Kandanghaur yang mencapai 6.450 hektare, ada sekitar 2.000 hektare tanaman padi yang tersebar di 11 desa di kecamatan itu yang mengalami gabug.

Adapun 11 desa itu, yakni Desa Bulak, Curug, Eretan Kulon, Eretan Wetan, Ilir, Karanganyar, Karangmulya, Parean Girang, Pranti, Wirakanan dan Wirapanjunan.

''Di saat tanaman padi memasuki masa primordial, hujan deras selalu turun sehingga bulir padi menjadi gabug (tidak terisi/hampa),'' ujar Ketua KTNA Kecamatan Kandanghaur, Waryono kepada Republika.co.id, Ahad (19/6).

Ia menjelaskan akibat banyaknya tanaman padi yang gabug, produksi dan kualitas padi menjadi turun. Dalam kondisi normal, produksi padi di 11 desa itu rata-rata  mencapai tujuh ton per hektare.

Sedangkan saat ini, produksi padi milik petani hanya sekitar lima ton per hektare. Jumlah itupun belum termasuk yang dipotong untuk upah buruh tani/bawon yang memanennya.

''Hasil keuntungan bersih yang diperoleh petani pemilik lahan jadinya hanya 3,8 ton per hektare,'' katanya.

Tak hanya hasil produksinya yang berkurang, banyaknya hujan dan angin yang terjadi ketika tanaman padi memasuki masa primordial juga menyebabkan kualitas gabah menjadi rendah. Gabah menjadi berwarna kehitaman dan mudah membusuk.

''Dijual pun tak laku,'' ucapnya.

Supaya gabah itu laku terjual, petani harus menjemurnya hingga benar-benar kering hingga masuk kategori gabah kering giling (GKG). Namun, meski akhirnya laku terjual, harganya tetap rendah dibawah harga pembelian pemerintah (HPP).

Berdasarkan HPP, GKG di tingkat petani seharusnya mencapai Rp.4.600 per kg. Namun, akibat kualitasnya yang rendah, harga GKG di tingkat petani hanya Rp 4.200 per kg.

''Sudah produksinya berkurang, harganya pun rendah. Petani jadi rugi,'' keluh Waryono.

Selain areal pertanian yang mengalami gabug yang cukup parah di 11 desa, ada areal pertanian di dua desa lainnya di Kecamatan Kandanghaur yang relatif terselamatkan dari hujan dan angin. Yakni di Desa Soge dan Kertawinangun.

Pasalnya, areal pertanian di dua desa itu baru panen sekarang akibat terlambat tanam. Namun, tanaman padi di dua desa tersebut terserang hama wereng. ''Tapi sedikit, paling yang terkena hanya sekitar sepuluh hektare,'' jelasnya.

Salah seorang petani di Desa Karanganyar, Nadi, mengaku sangat dirugikan dengan banyaknya hujan dan angin ketika tanaman padinya sedang memasuki masa primordial.

Padahal, dia sangat berharap bisa meraup keuntungan karena harga gabah di musim panen rendeng di Kabupaten Indramayu sedang mahal.

''Sekarang malah rugi,'' ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement