Sabtu 15 Feb 2025 11:04 WIB

Petani Belum Nikmati HPP Gabah, DPR Ungkap Faktor Penyebabnya

Jika harga beras naik akibat kenaikan HPP, daya beli masyarakat bisa terpengaruh.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Petani merontokkan gabah secara manual saat panen. Anggota Komisi IV DPR, Johan Rosihan menyoroti masih banyaknya petani yang belum dapat menikmati HPP Gabah Kering Rp 6.500 per kg. (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petani merontokkan gabah secara manual saat panen. Anggota Komisi IV DPR, Johan Rosihan menyoroti masih banyaknya petani yang belum dapat menikmati HPP Gabah Kering Rp 6.500 per kg. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR, Johan Rosihan menyoroti masih banyaknya petani yang belum dapat menikmati Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp 6.500 per kg. Johan menyayangkan kondisi ini mengingat kebijakan tersebut seharusnya dapat membantu petani mendapatkan harga jual yang layak.

"Saya menyayangkan masih banyak petani yang belum dapat menikmati HPP GKP sebesar Rp 6.500 per kg," ujar Johan saat dihubungi Republika di Jakarta, Sabtu (15/2/2025).

Baca Juga

Johan menyampaikan Komisi IV DPR telah menerima laporan dari para petani di berbagai daerah pemilihan (dapil) yang mengeluhkan harga beli gabah masih berada di bawah HPP. Salah satu contoh yang disebutkannya adalah Dapil NTB 1, khususnya di Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa, di mana petani masih menjual gabah dengan harga yang lebih rendah dari ketentuan pemerintah.

"Dari masing-masing dapil kita sudah dapat informasi langsung di lapangan. Contohnya di Dapil NTB 1, saya dapat laporan dari Lunyuk, di sana harga beli gabah masih di bawah HPP," ucap pria kelahiran Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut. 

Politikus PKS itu menilai terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan kebijakan HPP belum sepenuhnya diterapkan di lapangan. Di antaranya minimnya daya serap Bulog, persaingan dengan tengkulak yang lebih fleksibel dalam transaksi, keterbatasan infrastruktur pengeringan dan penyimpanan gabah.

"Selain itu juga lemahnya pengawasan terhadap kepatuhan penggilingan padi terhadap aturan HPP," lanjut Johan. 

Johan mendesak Bulog lebih agresif dalam menyerap gabah petani, terutama di musim panen raya agar petani tidak dirugikan dengan menjual hasil panennya ke tengkulak dengan harga yang lebih rendah. Johan juga meminta pemerintah memastikan regulasi HPP diterapkan secara tegas oleh penggilingan padi dan distributor.

"Bulog harus lebih agresif dalam menyerap gabah petani, terutama dalam periode panen raya ini. Jangan sampai petani justru menjual ke tengkulak dengan harga lebih rendah karena tidak ada jaminan dari pemerintah," sambung Johan. 

Johan menyampaikan penerapan HPP GKP sebesar Rp 6.500 per kg merupakan upaya konkret meningkatkan kesejahteraan petani dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Johan menilai kebijakan ini merupakan langkah positif dalam memberikan kepastian harga bagi petani. 

"Dengan HPP yang lebih tinggi, petani akan mendapatkan harga yang lebih layak, sehingga mereka lebih termotivasi untuk terus menanam padi," lanjut Johan. 

Johan menyebut hal ini selaras dengan visi Asta Cita pemerintahan Prabowo yang menargetkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani sebagai prioritas nasional. Oleh karenanya, lanjut Johan, Komisi IV DPR RI menekankan keharusan Bulog menyerap gabah secara maksimal, terutama dalam periode Januari hingga April 2025.

"Hal ini bertujuan menjaga harga tetap stabil dan tidak hanya menguntungkan tengkulak atau penggilingan swasta," sambung Johan. 

Meski memberikan manfaat bagi petani, Johan mengingatkan kenaikan HPP berpotensi mempengaruhi harga beras di pasar. Oleh karena itu, Johan meminta pemerintah dan Bulog untuk menyiapkan strategi stabilisasi harga sehingga kenaikan harga gabah tidak berdampak negatif bagi masyarakat luas.

“Jika harga beras naik terlalu tinggi akibat kenaikan HPP, daya beli masyarakat bisa terpengaruh. Oleh karena itu, Bulog harus lebih agresif dalam intervensi pasar dengan mendistribusikan stok beras secara efektif, terutama menjelang Ramadan dan Hari Besar Keagamaan Nasional," ucap Johan. 

Johan menyampaikan sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kesejahteraan petani dan stabilitas harga beras. Pertama, fleksibilitas harga beli Bulog agar dapat bersaing dengan pasar dan tidak kalah dengan tengkulak. Kedua,  percepatan pembayaran kepada petani agar petani tidak dirugikan oleh proses administrasi yang lambat. Ketiga, peningkatan kapasitas pengeringan dan penyimpanan gabah di sentra produksi agar petani tidak kesulitan menjual hasil panennya.

"Intervensi pasar yang tepat waktu oleh Bulog juga penting, dengan melepas stok beras untuk menekan harga jika terjadi lonjakan di pasar," ucap Johan. 

Selain itu, Johan menekankan pentingnya akses petani terhadap fasilitas pengeringan dan distribusi pupuk bersubsidi agar dampak positif dari kenaikan HPP dapat dimaksimalkan. Johan menyampaikan pemerintah harus memastikan petani tidak hanya mendapatkan harga yang lebih baik, tetapi juga didukung dengan infrastruktur yang memadai. 

"Pemerintah harus memudahkan akses mesin pengering dan pupuk bersubsidi agar produksi tetap optimal," kata Johan. 

 

photo
Harga Gabah Melonjak, Petani Menikmati? - (Infografis Republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement