Sabtu 25 Jun 2016 12:02 WIB

Indonesia-Filipina Diminta Serius Tangani Perompakan

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Winda Destiana Putri
Gerilyawan Abu Sayyaf.
Foto: historycommons.org
Gerilyawan Abu Sayyaf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - - Indonesia dan Filipina harus lebih serius menangani ancaman perompakan di perairan perbatasan.

Insiden penyanderaan lagi tujuh warga Samarinda oleh Kelompok Abu Sayyaf harus menjadi perhatian khusus pemerintah.

Kedua negara diminta merumuskan strategi pengamanan yang lebih komprehensif di sepanjang perairan Filipina. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyayangkan terjadinya tiga kali penyanderaan warga dalam satu tahun terakhir oleh kelompok Abu Sayyaf.

"Pemerintah harus segera merumuskan strategi pengamanan jalur pelayaran yang rawan sepanjang Indonesia - Filipina dengan pihak-pihak terkait baik di dalam negeri maupun secara regional," kata Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Rofi Munawar melalui surat elektronik pada Sabtu (25/6) di Jakarta.

Menurutnya, selama ini pemerintah fokus pada kejadian dan penyelamatan (reaktif), namun kurang perhatian terhadap pencegahan gangguan (preventif). Rofi meminta pemerintah membuka jalur komunikasi dan koordinasi yang lebih intensif dengan pemerintah Filipina.

Agar langkah-langkah konkrit dalam meredam kejahatan yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf segera dicetuskan. Selain itu, beragam kejadian perompakan hingga pembunuhan yang terjadi, seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah Filipina untuk secara sungguh-sungguh melakukan tindakan.

"Kelompok Abu Sayyaf ini merupakan kelompok yang sangat cair, jika diperhatikan mereka melakukan perompakan lebih banyak bermotif ekonomi dan merusak jalur distribusi perdagangan dengan mengirimkan pesan ketakutan," kata Legislator asal Jawa Timur ini.

Anggota DPR RI dua periode ini juga meminta pemerintah untuk melakukan langkah mitigasi secara dini terhadap jalur perdagangan yang ada. Rofi juga menyesalkan kurangnya koordinasi antar instansi di lingkungan pemerintah dalam menanggapi kejadian penyanderaan tujuh warga negara Indonesia (WNI) asal Samarinda.

Sebanyak tujuh warga Samarinda disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf di Perairan Filipina. Ketujuh orang tersebut merupakan anak buah kapal tunda (tugboat) Charles, milik perusahaan pelayaran PT PP Rusianto Bersaudara.

Sebelumnya Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Armanatha Nasir mengatakan Indonesia dan Filipina masih merumuskan Standart Operation Procedure untuk patroli gabungan di perairan perbatasan. Indonesia berharap rumusan itu segera diselesaikan agar segera diimplementasikan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement