REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Akademisi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudi, SH.MS menilai operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota Komisi III DPR RI, I Putu Sudiartana sudah sesuai prosedur.
"Saya menilai kinerja KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi sudah sesuai standar operasional prosedur tersendiri, baik itu melakukan penyadapan sebelum dilakukan penangkapan terhadap Sudiartana pada Selasa, (28/6) lalu," ujar Rai Setiabudi, di Denpasar, Kamis (30/6).
Ia menambahkan, untuk pembuktian kejahatan kasus korupsi secara terselubung itu, secara teoritis orang yang bersalah akan dibuktikan dalam persidangan di Pengadilan dan dinyatakan memiliki kekuatan hukum tetap.
Dalam melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Sudiartana, Setiabudi meyakini KPK sudah memiliki bukti kuat sesuai fakta yang kuat, sehingga sudah menjadi target operasi saat itu.
Selain itu, pihaknya mengharapkan peran media yang memberikan informasi kepada publik terkait pemberitaan operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap anggota komisi III DPR asal Bali itu tetap menegakkan asas praduga tidak bersalah.
"Saya berharap media dalam memberitakan kasus korupsi yang belum memiliki kekuatan hukum tetap hendaknya mempublikasikan nama tersangka tidak terlalu fulgar, artinya sebisa mungkin menggunakan inisial dahulu," ujar pria yang juga sebagai Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Unud itu.
Setiabudi yang juga selaku praktisi hukum pidana itu mengatakan media tetap menjunjung tinggi kode etik jurnalistik agar profesionalisme insan pers dapat dipercaya publik.
Sebelumnya, KPK menangkap enam orang yang terjaring OTT di empat lokasi terpisah di Jakarta. Penangkapan staf Putu Sudiartana berinisial NOP dilakukan di Kawasan Petamburan, Jakarta Pusat bersama suaminya berinisial MCH.
Kemudian, pada hari yang sama Pukul 21.00 WIB, KPK menangkap Putu Sudiartana di Kompleks DPR, Ulujawi, Jakarta Selatan. Selanjutnya, KPK menangkap pengusaha berinisial YA bersama Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Sumatra Barat, Suprapto Pukul 23.00 WIB.
Selanjutnya, KPK menangkap SHM (orang kepercayaan YA) di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Pukul 03.00 WIB, pada Rabu (29/6) lalu yang selanjutnya digiring ke Jakarta. Dalam kasus ini, KPK menetapkan lima tersangka tindak pidana korupsi terkait rencana pembangunan 12 proyek ruas jalan di Provinsi Sumatera Barat.
Kelima orang tersangka itu yakni Putu Sudiartana, NOP, SHM yang diduga perantara YA serta Suprapto. Selain itu, KPK juga menyegel ruang kerja Putu Sudiartana di Gedung Nusantara I Kompleks DPR, Jakarta.