REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komunitas nelayan tradisional mengapresiasi keputusan pemerintah yang membatalkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Kendati demikian, mereka menilai keputusan tersebut belum sepenuhnya menyelesaikan permasalahan yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan reklamasi di kemudian hari.
"Keputusan komite gabungan pemerintah yang diumumkan pada akhir Juni lalu patut diapresiasi, tapi dengan catatan kritis," ujar Ketua Bidang Pengembangan Hukum DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Marthin Hadiwinata, kepada Republika.co.id, Ahad (3/7).
Menurutnya, proyek reklamasi yang sempat berjalan di Teluk Jakarta sebelumnya masih dapat menimbulkan persoalan sosial dan ekologis di masa mendatang. Dampak tersebut terutama dirasakan oleh para nelayan tradisional dan kaum perempuan yang mencari nafkah di sepanjang 72 km pesisir utara Jakarta.
Marthin menilai komite gabungan pemerintah terkesan setengah hati dalam menuntaskan permasalahan yang ada di Teluk Jakarta. Dia menduga pemerintah masih menyimpan niat untuk memuluskan proyek reklamasi dan proyek Garuda (NCICD/tanggul laut raksasa) dengan cara memperkuat pembangunan tanggul pantai dan tanggul sungai.
"Pemerintah harusnya segera menyelesaikan akar masalah dan persoalan yang timbul dari proyek reklamasi. Harus ada tindakan cepat dan segera untuk memulihkan hak-hak nelayan tradisional atas sumber daya wilayah pesisir di Teluk Jakarta," ujar Marthin.
Dia mengatakan, pemerintah tidak pernah membuka ruang dialog atau konsultasi publik kepada seluruh masyarakat di Teluk Jakarta yang notabene terdampak langsung oleh proyek reklamasi. Semua keputusan selama ini ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah.
Marthin berpendapat, persoalan utama di Teluk Jakarta adalah rusaknya sumber daya tanpa ada upaya menyelesaikannya dan persoalan hak tenurial dari nelayan dan warga di sepanjang Teluk Jakarta. "Untuk itu, pemerintah harusnya mengkaji ulang niat melakukan reklamasi dan menyelesaikan persoalan pencemaran dan kerusakan lingkungan serta memastikan hak atas tanah warga pesisir Teluk Jakarta," tuturnya.
Dia menambahkan, keputusan penghentian reklamasi Pulau G oleh komite gabungan pemerintah masih bersifat rekomendasi dan belum memberikan kepastian hukum. Secara substansi, kata Marthin, pemerintah masih memberikan rekomendasi kepada para pengembang untuk melakukan perbaikan dalam menjalankan proyek pembangunan 13 pulau lainnya.
Dengan kata lain, rekomendasi tersebut belum berbentuk produk hukum yang konkret untuk mempunyai kekuatan mengikat menghentikan proyek reklamasi. "Rekomendasi itu hanya ingin menunda pelaksanaan proyek reklamasi dan pembangunan lain di Teluk Jakarta, tetapi tidak menyelesaikan masalah yang telah ada dan timbul akibat proyek reklamasi," ujar Marthin.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengatakan, pemerintah merekomendasikan pembatalan reklamasi Pulau G. Pembatalan itu merupakan keputusan yang dibuat komite gabungan yang dibentuk untuk menuntaskan masalah reklamasi Teluk Jakarta.
Menurut Rizal, reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta harus dibatalkan lantaran proyek itu dinilai membahayakan berbagai kepentingan. Berdasarkan analisis komite gabungan, reklamasi pulau itu berdampak buruk terhadap lingkungan hidup, lalu lintas laut, dan proyek vital.
PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro Group) selaku Pengembang Pulau G, dinilai melakukan pelanggaran berat. Perusahaan itu membangun di atas jaringan kabel listrik milik PT PLN (Persero). Pulau itu juga dinilai mengganggu lalu lintas kapal nelayan yang seharusnya bisa dengan mudah berlabuh di Muara Angke. Hal itu mengakibatkan masyarakat yang menggantungkan kehidupannya dari menangkap ikan tak dapat bekerja.